Belum selesai dengan virus koronanya, ada juga virus dalam keuangan.
Berapa orang harus menghadapi kenyataan kehilangan pekerjaan? Omzet yang menurun tetapi pengusaha tetap wajib memberikan gaji dan THR ? Beberapa sektor seperti pariwisata, transportasi, kuliner, hiburan, pusat perbelanjaan tidak bisa beroperasi sementara waktu. Pemasukan tidak ada, tetapi pengeluaran tetap harus berjalan misalnya biaya gaji, biaya sewa, biaya kredit dan lain sebagainya.
Beberapa perusahaan terpaksa memangkas jumlah karyawan demi bisa bertahan. Di lain sisi demi beradaptasi dengan new normal, perusahaan perlu menerapkan protokol kesehatan yang baru dan berinvestasi lebih dalam teknologi untuk bekerja dari rumah. Keluar biaya lagi.
Di sisi lain warga masyarakat juga banyak kehilangan daya beli, kehilangan pekerjaan, dan bahkan kehilangan penghasilan. Banyak pekerja kena PHK, sementara ada pengusaha akhirnya terpaksa menutup lapak karena tidak kuat bertahan, kekurangan modal dan arus kas untuk membiayai bulan-bulan tanpa pemasukan.
Pandemi yang bermula dari sektor kesehatan ini telah berdampak luas ke berbagai sektor, sosial, buadaya, ekonomi dan politik.
Hal yang pasti dari ketidakpastian adalah ketidakpastian itu sendiri.
Berapa lama lagi pandemi ini akan berakhir? Tidak satupun makhluk hidup di muka bumi ini mengetahuinya. Oleh sebab itu sangat wajar ketika masyarakat mengambil sikap mencari aman untuk diri sendiri untuk bertahan hidup (survival instinct). Terlihat dari pola mengelola aset dan keuangan pribadi, orang cenderung untuk memegang uang tunai dan aset yang likuid.
Namun bila berlebihan, maka yang terjadi adalah orang bisa berbondong-bondong menarik uang tunai berlebih dan tentunya ini mengancam stabilitas sistem keuangan. Bagi kaum oportunis, memanfaatkan kesempatan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Tentunya tingkah spekulan ini bila terjadi dalam jumlah besar menggangu stabilitas sistem keuangan.
Jadi penting sekali setiap tindakan kita (masyarakat) sebagai anggota di dalam sistem keuangan memikirkan dampak besarnya, jangan hanya mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Contoh lain seperti parno berlebihan akhirnya menimbun barang-barang dengan berlebihan, akibatnya stok barang langka di pasar dan mengakibatkan harga barang naik. Sikap pedagang yang tidak menaikkan harga barang tentu patut diapresiasi, namun bagaimana bila dari pemasoknya sendiri sudah tidak terkontrol?