Nelayan adalah salah satu profesi yang penting dalam kehidupan ekonomi Indonesia. Sebagai negara maritim, sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang sangat penting, di mana nelayan berperan dalam menyediakan pasokan ikan yang menjadi sumber pangan bagi masyarakat. Selain itu, hasil laut juga memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian negara melalui ekspor dan industri perikanan. profesi ini memiliki peran yang sangat vital bagi ekonomi dan ketahanan pangan negara.
Di sisi lain, profesi nelayan merupakan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi, menurut organisasi buruh internasional (ILO), profesi nelayan memiliki resiko kecelakaan dan kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi di sektor lain. Setiap hari, para nelayan menghadapi berbagai potensi kecelakaan yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka saat bekerja di laut. Berbagai macam kecelakaan kerja dapat mengancam keselamatan nelayan, seperti kapal terbalik, terseret arus, atau bahkan tenggelam akibat ombak besar dan cuaca buruk. Selain itu, nelayan juga rentan terhadap kecelakaan ketika mengoperasikan mesin kapal dan mesin penarik jaring.
Dilansir dari situs Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), pada sepanjang Januari 2023 hingga Juni 2024, BPJS Ketenagakerjaan mencatat total klaim manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian mencapai 4.166 klaim. Angka tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 4.000 pekerja di sektor perikanan, termasuk nelayan, mengalami kecelakaan kerja selama 1,5 tahun terakhir. Bahkan sejumlah kecelakaan tersebut berujung pada kematian para pekerja.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab utama kecelakaan kerja pada nelayan. Di antaranya adalah kelelahan akibat durasi kerja yang panjang di laut, beban kerja yang cukup berat, cuaca yang tidak mendukung, serta kurangnya perlengkapan alat pelindung diri (APD) yang memadai.
Dari uraian kasus serta faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penerapan budaya K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pada profesi nelayan sangatlah diperlukan. Mengingat risiko tinggi yang dihadapi nelayan setiap harinya, budaya K3 bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi juga kebutuhan mendasar untuk melindungi keselamatan mereka.
Pentingnya penerapan budaya K3 ini juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petani. Undang-undang ini memberikan landasan hukum yang jelas bagi pemberdayaan dan perlindungan sosial bagi nelayan, termasuk di dalamnya jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, nelayan berhak mendapatkan perlindungan sosial yang mencakup jaminan perlindungan dari kecelakaan kerja.
Dalam konteks ini, penerapan budaya K3 bukan hanya soal memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga dalam rangka memastikan bahwa nelayan dapat bekerja dalam kondisi yang aman dan sehat, serta memiliki akses terhadap sistem jaminan sosial yang mendukung mereka.
Untuk itu, langkah-langkah konkrit dalam penerapan budaya K3 bagi profesi nelayan perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Penerapan budaya K3 harus dimulai dengan penyuluhan dan pemberian pelatihan keselamatan kerja yang rutin dan merata. Edukasi kepada nelayan tentang bahaya yang bisa terjadi di laut sangat penting untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap keselamatan. Pelatihan ini tidak hanya mencakup prosedur standar keselamatan, tetapi juga mengajarkan cara-cara mitigasi risiko, penggunaan alat pelindung diri (APD) yang benar, serta cara-cara menghadapi kondisi darurat, seperti kecelakaan atau cuaca buruk.
Penting untuk memastikan setiap nelayan memiliki alat pelindung diri (APD) yang memadai. Tanpa APD sesuai standar keselamatan, risiko kecelakaan kerja di laut akan terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah perlu berperan lebih aktif dalam penyediaan APD yang layak bagi para nelayan. Selain itu, pengawasan terhadap pemilik atau juragan kapal harus lebih tegas, dengan memastikan mereka menyediakan APD yang sesuai standar untuk pekerjanya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Sektor Perikanan dan Kelautan. Kebijakan ini tidak hanya akan memastikan keselamatan nelayan, tetapi juga memberi perlindungan yang memadai selama bekerja di laut. Dengan langkah ini, diharapkan dapat mengurangi potensi kecelakaan yang kerap terjadi di sektor perikanan.
Selain itu, pemilik kapal nelayan atau juragan kapal memiliki tanggung jawab besar untuk selalu memperhatikan kondisi kapal dan memastikan bahwa kapal yang digunakan dalam keadaan baik. Kapal yang tidak terawat atau dalam kondisi rusak bisa menjadi penyebab utama kecelakaan di laut. Oleh karena itu, pemilik kapal harus memastikan kapal selalu dalam kondisi layak untuk berlayar dan tidak memaksakan kapal yang belum siap beroperasi. Jika kapal mengalami kerusakan atau tidak memenuhi standar keselamatan, pemilik kapal harus menunda operasionalnya hingga perbaikan selesai dilakukan. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan untuk memastikan bahwa pemilik kapal mematuhi aturan ini dan tidak mengambil risiko yang dapat membahayakan keselamatan nelayan.