Perang antara Korea Selatan dan Korea utara sudah lama menjadi pusat perhatian dunia maupun negara Indonesia. Kondisi ini menjadi sorotan mata dunia dalam menghadapi krisis ketegangan yang dialami oleh dua negara bahkan negara-negara tetangga yang berada di belahan asia timur. Semenanjung korea telah lama mendapatkan perhatian internasional karena ketegangan dari program nuklir Korea Utara. Akibat dari program ini memicu reaksi kekhawatiran dari negara global akan potensi konflik yang semakin meluas dan dampaknya terhadap keamanan internasional termasuk negara tetangga Asia Timur bahkan negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia. Secara spesifik, Indonesia memang tidak terlibat khusus terkait konflik dan ketegangan yang dialami oleh dua negara ini, namun ketegangan dari program nuklir Korea Utara ini membawa dampak yang sangat bertentangan dan signifikan terhadap keamanan regional dan warga negara Indonesia yang tinggal dikawasan tersebut khususnya di semenanjung Korea. Dilansir dari sumber CNBC Indonesia bahwa ada total sekitar 61.000 warga negara Indonesia (WNI) yang terdaftar sebagai diaspora di korea selatan. Dan dari sumber yang dikeluarkan oleh ISDS (Indonesia Strategic and Defence Studies) mengatakan bahwa ada sekitar 73.000 warga negara Indonesia yang tinggal langsung di semenanjung Korea. Tentu saja, angka ini bukanlah angka yang kecil dan menjadi bentuk kekhawatiran negara Indonesia jika perang nuklir akan terjadi.
Ancaman dari bayang-bayang nuklir ini memang menggambarkan suatu ancaman yang tersembunyi dan akan berkelanjutan dari program senjata nuklir. Hal ini menghadirkan perhatian khusus dari Indonesia, sebagai negara yang memiliki prinsip berorientasi dari perdamaian dunia. Indonesia perlu melakukan suatu usaha untuk menghubungkan kedua negara yang bersitegang dengan mengembangkan strategi yang tepat dalam menghadapi tantangan ini. Hal itu dilakukan supaya keamanan dunia akan semakin terjaga dan keselamatan jiwa khususnya masyarakat Indonesia di wilayah tersebut mendapatkan perlindungan.
Ancaman nuklir di semenanjung Korea
Ketegangan di semenanjung korea berasal dari konflik permasalahan ideologis dan politik antara dua negara yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Permasalahan yang dihadapi ini sudah dimulai sejak perang dunia ke II berakhir ditahun 1945, dan perang ini berlangsung dari 1950-1953. Ketegangan ini semakin meningkat dan mendapatkan reaksi dan perhatian dunia ketika Korea Utara, mulai mengembangkan pertahanan negara dengan progam senjata nuklirnya pada akhir 1980an dan 990an. Setelah pengembangan itu, ditahun 2006, Korea Utara mengklaim keberhasilan uji coba nuklir pertamanya, yang ditandai dengan eskalasi ketegangan yang semakin besar di Kawasan tersebut. Meningkatnya kekhawatiran dunia kembali ketika Korea Utara terus mengembangkan dan melakukan uji coba nuklir dan peluncuran beberapa misil balistik. Misil balisktik atau senjata peluru kendali ini merupakan senjata yang dapat dikendalikan bahkan memiliki sistem pengendali otomatis untuk mencari sasaran. Uji coba ini lansung memicu kekhawatiran diantara negara tetangga di Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan bahkan negara dengan kekuatan dunia seperti Cina dan Amerika Serikat (AS).
Dari hasil laporan yang dikeluarkan oleh Internasional Crisis Group (2022) bahwa ancaman penguatan program senjata nuklir di Korea Utara, tidak hanya bersifat regional tetapi juga memiliki pengaruh implikasi global. Hal ini pun telah dilakukan beberapa cara untuk mengatasi ketegangan ini, namun solusi yang diperoleh tidak untuk jangka panjang karena kompleksitas masalah yang melibatkan kepentingan berbagai negara. Terkait masalah demikian, pengaruh ketegangan masalah Indonesia akan semakin besar bahkan mempengaruhi sektor kebutuhan negara Indonesia.
Dampak ketegangan nuklir bagi Indonesia
Indonesia sebagai negara yang tidak berbatasan langsung dengan wilayah semenanjung Korea, tentu tidak bisa menghindar dari dampak perang dan ketegangan nuklir yang terjadi dikawasan itu. Ketegangan nuklir di wilayah tersebut menjadi ancaman besar dan harus diwaspadai oleh negara Indonesia maupun negara-negara di dunia. Dampak ini berpengaruh pada stabilitas kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara yang akan mempengaruhi eskalasi keamanan ekonomi maupun politik regional. Ancaman bayang-bayang nuklir ini sebenarnya lebih membuat Indonesia perlu untuk melibatkan diri dalam ketegangan ini. Karenanya, ancaman nuklir Korea Utara ini berimplikasi pada keselamatan warga negara Indonesia yang tinggal di Korea Selatan, Jepang dan negara-negara sekitar di Asia Timur.
Berdasarkan data dari kementrian luar negeri Republik Indonesia (2023) bahwa ada banyak masyarakat Indonesia yang bekerja dan menetap di negara sekitar Korea Utara khususnya Jepang dan Korea Selatan. Kalau ketegangan senjata nuklir dari Korea Utara ini terus berlangsung, maka potensi ancaman keselamatan warga negara Indonesia harus menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia. Ketegangan ini juga mempengaruhi hubungan ekonomi Indonesia di negara-negara Kawasan Asia Timur, seperti hubungan ekonomi bilateral kerja sama dengan Jepang. Negara Korea Selatan yang juga memiliki hubungan ekonomi dengan negara Indonesia membuat Indonesia ikut terdampak pada ketegangan nuklir di wilayah semenanjung Korea. Konflik dan permasalahan yang terus terjadi akan menggangu rantai pasokan global dan mempengaruhi kebutuhan ekonomi setiap negara khususnya Indonesia.
Strategi Indonesia dalam menghadapi ancaman nuklir
Sebenarnya usaha Indonesia dalam menghadapi ancaman nuklir ini sudah dilaksanakan melalui pendekatan-pendekatan diplomatik antar negara, hubungan kerja sama internasional maupun kesempatan berbicara di forum-forum dunia. Adapun hubungan diplomasi multilateral yang dimana Indonesia berperan aktif dalam forum diplomatik internasional seperti ASEAN Regional Forum (ARF dan EAS) East Asia Summit. Lewat platform ini, Indonesia memiliki kesempatan untuk dapat menyampaikan solusi dan strateginya untuk mendorong penyelesaian masalah dan memberikan kedamaian di semenanjung Korea. Indonesia juga dapat menekankan pentingnya pelucutan senjata nuklir dan mendukung resolusi PBB yang akan bertujuan untuk menghambat pengembangan uji coba senjata nuklir di Korea Utara.