Lihat ke Halaman Asli

Harapan Perubahan Paradigma dan Dampak Kampanye Era Covid-19

Diperbarui: 14 Juni 2021   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. Harapan Perubahan Paradigma 

Perubahan yang cukup drastis dalam hal pelaksanaan kampanye terlihat sangat jelas, dahulu sebelum ada Covid-19 kampanye identik dengan pengumpulan massa, sedangkan di era pandemi ini kampanye dianjurkan menggunakan media sosial atau dilakukan secara daring (PKPU, 2020). Pada serial webinar yang dilakukan oleh Berita Satu bekerja sama dengan Fisipol UGM yang bertajuk “Kampanye Di Masa Pandemi”, pakar politik dan pemerintahan Fisipol UGM Abdul Gaffar mengatakan bahwa; adanya perubahan pelaksanaan kampanye di era pandemi ini mengubah paradigma kampanye dari tradisional ke digital (Gaffar, 2020). Pelaksanaan kampanye tradisional biasanya hanya untuk show of force atau menunjukkan kekuatan kandidat Pilkada dengan cara pengumpulan masa dan menandai beberapa area sebagai basis pendukung salah satu kandidat. Kampanye tradisional ini cenderung memakan biaya yang sangat besar tanpa mengetahui peningkatan perolehan suara, hal tersebut akan mengakibatkan adanya proses jual- beli suara. Sedangkan kampanye digital meminimalisir adanya show of force dan proses jual- beli suara, karena dengan pelaksanaan kampanye secara digital membatasi pertemuan secara langsung antara kandidat dan konsituen mereka. Harapannya dalam pelaksanaan kampanye digital ini akan meningkatkan kualitas kampanye yang lebih informatif, edukatif, interaktif dan efisien.

Adanya perubahan paradigma dari cara berkampanye secara tradisional menjadi kampanye secara digital ini mendapat tanggapan yang sangat beragam baik dari masyarakat maupun dari para peserta Pilkada. Menurut penulis, adanya perubahan paradigma atau cara berkampanye dari tradisional menjadi digital dipandang sebagai suatu hal positif yang menunjukkan kebaruan dari pemanfaatan teknologi terkini dan menekan biaya kampanye yang harus dikeluarkan oleh kandidat pilkada, selain itu dengan adanya perubahan paradigma dari tradisional ke digital ini juga mempengaruhi pola pikir masyarakat bahwa kampanye bukan sekedar untuk ajang memamerkan kekuatan, kekayaan dan pesta pora, tetapi lebih menunjukkan bagaimana strategi dari peserta Pilkada dalam mengambil hati dan simpati masyarakat luas. Lain halnya tanggapan dari peserta Pilkada, berdasarkan hasil wawancara dengan tim pemenangan pasangan calon Pradi- Afifah untuk Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Depok 2020, dan wawancara dengan tim pemenangan Christ- Full untuk Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Nias 2020, penulis memperoleh sejumlah informasi menarik terkait tanggapan para peserta Pilkada terhadap pelaksanaan kampanye di era pandemi Covid-19.

B. Dampak Kampanye Di Era Pandemi

  • Its’ so deference

Tanggapan yang pertama berasal dari wakil tim pemenangan Pradi- Afifah yaitu Suryansyah. Suryansyah menuturkan bahwa adanya pembatasan pengumpulan massa dan pemanfaatan media sosial dalam pelaksanaan kampanye mau tidak mau harus diterima dan dipatuhi oleh peserta Pilkada, karena hal tersebut sudah disahkan dalam peraturan KPU dan terdapat sanksi jika peserta pemilu melanggarnya. Tim pemenangan Pradi-Afifah menggunakan dua strategi dalam melaksanakan kampanye di masa pandemi Covid-19, yaitu dengan cara formal dan digital. Cara berkampanye secara formal lebih mengedepankan silaturahmi ke beberapa desa dengan membuat rapat terbatas sesuai dengan peraturan KPU yaitu maksimal peserta rapat 50 orang.

Menurut Suryansyah, hal yang dikhawatirkan dengan adanya rapat terbatas ini adalah adanya pengiriman massa dari kelompok lawan untuk mencederai pertemuan tersebut, sehingga kandidat yang sedang melaksanakan kampanye ditakutkan akan memperoleh sanksi dari pihak penyelenggara pemilu. Menurut Suryansyah, strategi kampanye secara formal ini dinilai lebih membuang waktu dan tenaga, karena jika dibandingkan dengan kampanye ditahun-tahun sebelumnya pertemuan formal ini bisa menghadirkan lebih dari 500 orang dalam satu arena, akan tetapi dengan adanya pembatasan dari KPU, kandidat pemilu harus lebih meluangkan waktu dan tenaga untuk mendatangi beberapa titik dalam pelaksanaan pertemuan terbatas tersebut. Berdasarkan penuturan dari Suryansyah, dalam satu hari pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Pradi-Afifah bisa mendatangi lebih dari 5 titik pertemuan terbatas.

Selain menggunakan strategi secara formal yaitu melalui pertemuan terbatas dengan masyarakat, tim pemenangan Pradi- Afifah juga melaksanakan kampanye dengan cara digital. Kampanye secara digital ini lebih berfokus pada pemanfaatan media sosial yaitu Instagram, Facebook dan Twitter. Dalam melaksanakan kampanye digital, pasangan Pradi- Afifah membentuk tim khusus untuk mengelola media sosial yang mereka miliki. Pada media sosial instagram pasangan Pradi-Afifah memiliki akun kampanye bernama @pradi.afifah dengan 305 posts, 1.017 follower dan 222 following terhitung sejak  dibuatnya akun tersebut pada tanggal 14 September 2020 sampai tanggal 26 November 2020. Pada media sosial Facebook pasangan Pradi-Afifah memiliki akun kampanye bernama Pradi Afifah (Community Organization) dengan 3.554 like dan pada media sosial Twitter pasangan Pradi-Afifah memiliki akun kampanye bernama @pradi_afifah dengan 1.334 tweet, 331 followers dan 83 following terhitung sejak bulan september 2020 sampai tanggal 26 November 2020. Jika dilihat dari media sosial instagram, facebook dan twitter pasangan Pradi- Afifah ini termasuk pasangan calon Walikota ada Wakil Walikota Depok yang cukup masif dalam menggunakan media sosial.

Berdasarkan wawancara dengan Suryansyah, beliau mengatakan bahwa dalam pengelolaan media sosial, tim pemenangan Pradi-Afifah memilik metode tersendiri dalam mempromosikan kandidatnya. Salah satu metodenya yaitu mewajibkan seluruh admin (pemegang akun resmi kampanye) untuk memposting minimal 5 konten (berupa video/ foto/ poster) baik itu di media sosial instagram, facebook maupun twitter. Konten tersebut berisi pengenalan sosok kandidat pilkada yaitu Pradi Supriatna sebagai calon Walikota Depok 2020 dan pasangannya Afifah Alia sebagai calon Wakil Walikota Depok 2020, serta berisi visi, misi dan program unggulan dari Pradi-Afifah. Selain itu, media sosial yang dimiliki oleh Pradi-Afifah juga memproduksi berita dan info terkini mengenai semua kejadian yang berada di sekitar masyarakat Depok.

Menurut Suryansyah, dengan melaksanakan kampanye secara digital melalui media sosial membutuhkan ketrampilan dan kreativitas yang tinggi agar konten yang ditampilkan dapat menarik perhatian dari masyarakat. Efektif atau tidaknya kampanye digital dalam meningkatkan perolehan suara tergantung kepada kreativitas yang ditampilkan dalam media sosial tersebut dan tanggapan dari masyarakat (masyarakat juga harus aktif dalam mencari informasi terkait peserta pemilu melalui media sosial). Berdasarkan penuturan dari Suryansyah, sebenarnya dalam masa pandemi ini, khususnya masyarakat Depok masih memiliki kekhawatiran untuk pergi ke tempat pemungutan suara (TPS), karena seperti yang kita tahu bahwa Depok merupakan salah satu zona merah pertama di Indonesia dalam kasus Covid-19 dan sampai sekarang angka penderita Covid-19 masih bersifat fluktuatif. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi kandidat pilkada, yang mana target mereka bukan hanya untuk memperoleh suara untuk memenangkan pilkada, akan tetapi lebih kepada bagaimana kandidat pilkada ini dapat menumbuhkan dan meningkatkan minat masyarakat untuk datang ke TPS.

  • It’s the same

Adanya regulasi baru dari KPU dalam pelaksanaan kampanye di era pandemi yaitu berupa pertemuan secara terbatas dan pemanfaatan media sosial rupanya tidak memiliki pengaruh yang signifikan bagi pelaksanaan kampanye di daerah Nias. Berdasarkan hasil wawancara dengan Visensius Manuela yang menjabat sebagai wakil tim pemenangan calon Bupati Chistian Zebua, dan calon Wakil Bupati Anofuli Lase (Christ- Full), beliau mengatakan bahwa dengan ada atau tidaknya regulasi baru dari KPU proses pelaksanaan kampanye di daerah Nias memang berlangsung dengan pertemuan terbatas, terlepas juga dari ada atau tidaknya pandemi Covid-19. Proses pelaksanaan kampanye di daerah Nias tergolong cukup unik yaitu melalui pertemuan terbatas di beberapa desa. Proses pelaksanaan kampanye tersebut tidak lepas dari sistem kekeluargaan dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Nias. Menurut Visensius, untuk memperoleh suara dan dukungan dari masyarakat kandidat pilkada hanya perlu meyakinkan satu orang tokoh yang berpengaruh dalam satu wilayah tersebut dan dengan sendirinya masyarakat akan mengikuti apa yang dikehendaki dari tokoh tersebut.

Akan tetapi di luar dari sistem kekeluargaan atau kepercayaan tersebut, tim pemenangan Christ-Full secara masif menggunakan media sosial untuk membangun citra yang baik dan lebih modern bagi masyarakat daerah Nias maupun masyarakat di luar daerah Nias. Dalam melaksanakan kampanye melalui media sosial, pasangan Christ- Full menggunakan Instagram dan Facebook. Pada media sosial instagram, Christ- Full memiliki akun bernama @christian.zebua (Sahabat Christian Zebua) dengan 277 Posts, 2.058 Followers, dan 1.334 following terhitung sejak 7 Oktober 2018. Akun tersebut merupakan akun pribadi dari Christian Zebua yang sekaligus digunakan sebagai akun resmi dalam mengkampanyekan Christ-Full pada pilkada 2020. Pada media sosial facebook, Christ- Full memiliki dua akun yaitu benama “ChristFull Untukn Kab Nias” dan  “Barisan Muda ChristFull”. Pada akun “ChristFull Untukn Kab Nias” memiliki 1.048 friends dan 39 posts sejak 15 oktober 2020, selain itu pada akun “Barisan Muda ChristFull” memiliki 812 friend dengan 103 posts terhitung sejak18 Sepember 2020 sampai 26 November 2020. Jika dilihat dari data postingan dan jumlah pengikut di media sosial instagram dan facebook, pasangan Christ –Full cukup aktif dalam melaksanakan kampanye secara digital. Sama halnya dengan kampanye digital yang dilakukan oleh pasangan Pradi –Afifah dalam kasus sebelumnya, pasangan Christ- Full juga menggunakan media sosial untuk memperkenalkan visi, misi dan program unggulan dari pasangan tersebut melalui konten berupa video, foto dan poster. Selain itu media sosial juga sebagai alat untuk memperkenalkan dan membangun citra yang baik pada sosok kandidat pilkada.

Menurut Visensius, pemanfaatan media sosial dalam proses kampanye di daerah Nias belum cukup efektif untuk meningkatkan perolehan suara, karena balik lagi pada konsep awal kampanye di daerah Nias yaitu lebih menekankan sistem kekeluargaan dan kepercayaan. Tidak efektifnya penggunaan media sosial dalam meningkatkan perolehan suara juga dipengaruhi oleh faktor infrastruktur yaitu masih minimnya akses jaringan internet  dan kondisi sosial masyarakat yang masih jarang menggunakan handphone android dalam kegiatan sehari- hari.

C. Penutup

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline