Kemajuan teknologi saat ini sangat dirasakan manfaatnya. Apalagi dengan adanya gadget, jadi memudahkan penggunanya untuk bisa berinteraksi dan komunikasi. Tidak hanya itu, pengguna juga bisa menggunakan gadget untuk menjalankan hobi yang disukai. Jadi gagdet menjadi barang penting dan aktivitas sehari-hari untuk pengguna. Misalnya, untuk mendengarkan musik, berfoto, mencari lokasi, dan hal lain.
Pengguna gadget bukan hanya kalangan orang dewasa, namun juga anak-anak.
Dan tidak dipungkiri, dengan adanya gadget, dan tanpa pengawasan dari orang tua secara intensif, menjadikan anak jadi kecanduan. Yang lebih mengkhawatirkan yaitu kemungkinkan terjadinya masalah sosial seperti menarik diri dan kesulitan dalam aktivitas sehari- hari.
Dan saya sendiri sebagai orang tua mengalaminya, anak jadi kecanduan gadget untuk bermain games. Berawal dari sekolah daring yang membutuhkan gadget untuk tugas-tugas sekolahnya, dan intensitas anak memegang gadget dalam waktu yang lama, juga kurang pengawasan, akhirnya anak pun kecanduan gadget.
Hal ini sangatlah membuat khawatir, berbagai cara sudah dilakukan, dari menasehati , menegur dengan halus, akhirnya malah membuat "darah tinggi". Bagaimana tidak lelah hati, si anak malah lebih asik bermain games di gadgetnya. Bingung banget bagaimana yah caranya agar anak bisa lepas dari kecanduan gadget? Sampai saya membaca profil salah satu profil penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards 2021 di bidang pendidikan , Ia adalah Achmad Irfandi, dari Sidoarjo, Jawa Tengah yang menggerakkan Kampung Lali Gadget (KLG), wah menarik sekali dan cocok banget untuk di aplikasikan ke anak nih!
Jadi Kampung Lali Gadget (KLG) merupakan program yang digerakkan Achmad Irfandi, seorang pemuda asli Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, sejak 1 April 2018. Irfandi menggerakkan program ini berdasarkan kekhawatirannya terhadap bahaya kecanduan gadget yang dialami anak- anak. Meskipun di kampung tempat tinggal tidak ada kasus serupa, Irfandi menggerakkan kegiatan ini untuk mengantisipasi agar kecanduan gawai bisa terhindar di lingkungan tempat tinggalnya.
Irfandi merasa nelangsa, saat sering melihat anak kecil nongkrong di warung kopi demi "nunut " wifi untuk memainkan gadgetnya. Padahal masa kanak-kanak yang mestinya diisi dengan bermain, bergerak, dan tertawa namun malah tergantikan dengan acara duduk diam sembari menatap layar HP berjam-jam.
Menurut Irfandi, teknologi ponsel pintar dan era serbuan media sosial membuat hidup masyarakat lebih banyak dikuasai gawai mereka. Kepedulian pada orang sekitar berkurang. Mereka lebih berfokus pada orang di dunia maya. ’’Masyarakat aktif bermedia sosial. Namun, kehilangan jiwa sosial. Setuju sekali bukan? Karena sebagai orang tua yang masih punya anak usia sekolah, saya pun mengalaminya.
Fokus kegiatan dari Kampung Lali Gadget mengadakan program konservasi budaya untuk mengangkat permainan tradisional yang ternyata cukup efektif untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gawai.
Irfandi berhasil meyakinkan perangkat desanya untuk meminjamkan lahan seluas 45 x 50 meter untuk proyek tersebut dan para warga sekitar juga diberdayakan untuk membuat mainan dan menjualnya. Mereka juga bisa menjual makanan dan minuman untuk pengunjung.
Kampung Lali Gadget merekrut kawan-kawan pemuda di Desa Pagerngumbuk dan pemuda di Sidoarjo. Pemberdayaan pemuda dan masyarakat dilakukan di dalam dan di luar desa. Pemuda yang diberdayakan bertugas sebagai perencana, fasilitator edukasi, dan pendamping.