Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) belanja pemerintah pusat memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat.
Besaran dan komposisi anggaran belanja pemerintah pusat dalam operasi fiskal pemerintah mempunyai dampak yang signifikan pada jumlah permintaan barang dan jasa dalam perekonomian.
Demikian halnya dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), belanja pemerintah daerah juga berperan penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan lewat pengeluaran pemerintah daerah.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan yang dituangkan dalam APBD secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat.
Pada konteks kekhususan Aceh, APBD biasa disebut dengan APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh). Melihat realisasi APBA menjelang akhir triwulan IV 2021 yang masih sangat rendah, dengan alokasi Pagu Anggaran 2021 lebih dari 16 triliun rupiah, realisasi keuangan sampai dengan tanggal 25 November 2021 baru mencapai 63 % dari target yang ditetapkan untuk 30 November sebesar 68% (https://p2k-apba.acehprov.go.id/views/tv.html, diakses 26 November 2021).
Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja pelaksanaan anggaran masih belum optimal, dan akan ada penumpukan realisasi belanja di akhir tahun atau istilah "slow back loaded expenditure" dengan waktu efektif hari kerja hanya sekitar 1 bulan saja. Oleh karena itu tentunya diperlukan suatu tools yang bisa memacu akselerasi belanja Pemerintah Aceh.
Kondisi berbeda terlihat pada capaian realisasi belanja APBN Provinsi Aceh TA. 2021 s.d 26 November 2021, dimana realisasi belanja Pemerintah Pusat telah menyentuh angka 84,45 % dari total anggaran kurang lebih 22 triliun rupiah, (https://spanint.kemenkeu.go.id/DataRealisasi, diakses tanggal 26 November 2021). Harapannya dengan waktu efektif hanya 1 bulan ke depan ini, realisasi belanja APBN di Aceh bisa mencapai 98 % sesuai target. Dalam pencapaian realisasi belanja tersebut, Kanwil DJPb Provinsi Aceh memiliki peran penting, sesuai dengan fungsinya sebagai treasurer yang mempunyai tugas sebagai pelaksana kebijakan di bidang pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kas.
Akselerasi Belanja Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga di Aceh
Mencermati APBA Provinsi Aceh 2021 yang masuk dalam peringkat enam nilai APBD terbesar Nasional setelah Papua (sumber: SIPD, Ditjen Binkeuda Kemendagri), ternyata peringkat tersebut tidak menjamin kemampuan Aceh dalam mengatasi persoalan utama yaitu tingginya angka kemiskinan Aceh yang berada pada posisi ke-6 termiskin di Indonesia sekaligus Provinsi pertama termiskin di Sumatera.
Oleh karena itu sangat diperlukan "extra effort" dan "insight" yang berbeda dari para pemangku kepentingan yang berada di level eksekutif dan juga dorongan dari lembaga legislatif sebagai fungsi pengawasan agar realisasi anggaran belanja Pemerintah Aceh dapat diakselerasi lebih cepat sehingga bermanfaat bagi rakyat Aceh dalam perekonomian dan akhirnya predikat "termiskin" tidak kembali disematkan pada Provinsi Aceh. Nah, sejalan dengan tujuan tersebut diatas, solusi apa saja yang ditawarkan pemerintah pusat untuk mengatasi hal tersebut?
Sejak tahun 2018, Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai representasi Kementerian Keuangan telah memperkenalkan tools yang dapat mengukur nilai kinerja pelaksanaan anggaran belanja yaitu IKPA (Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran) dan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018. IKPA merupakan pengukuran kinerja dari integrasi seluruh data layanan dan adanya single database SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) Kemenkeu yang terdiri dari 4 aspek pengukuran kinerja, yaitu dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektifitas pelaksanaan kegiatan, efesiensi pelaksanaan kegiatan, dan kepatuhan terhadap regulasi.