Lihat ke Halaman Asli

Karnaval Siang itu

Diperbarui: 22 Agustus 2016   02:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Praditya Wibby. Suasana jalanan depan Kantor Walikota Salatiga (21/08).

Cuaca siang itu agak mendung. Aku mulai menapakkan kaki ke jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Dengan santai aku bersama kedua kawanku menuju pusat kota. Di sebuah kota kecil yang dulu cukup memiliki sejarah menarik. Tempat singgahnya tuan-tuan Belanda waktu kolonial. Tempat ditandatanganinya perjanjian antara Pangeran Sambernyawa dan Kasunanan Surakarta beserta VOC. Bertemunya Pak Soekarno dengan Bu Hartini. Sampai tempat yang turut bergejolak 50 tahun silam.

Sambil jalan, kami melihat bangunan-bangunan. Sepanjang jalan yang dilewati, tampak bangunan-bangunan megah, tidak berpenghuni, luas, dan ada beberapa yang cukup tua. Mungkin si pemilik bangunan-bangunan itu jarang di rumah, sehingga terkesan “singup” dan kosong. Sayang. Orang banyak membangun rumah tapi tidak dihidupkan.

Sampailah di pusat perkumpulan orang-orang. Di alun-alun yang kerap dikunjunig orang. Ya, hari ini ada karnaval. Acara ini masih dalam rangka merayakan 71 tahun negeri ini lepas dari penjajahan luar. Dengar-dengar dari cerita orang, karnaval ini diikuti oleh setiap kecamatan yang ada di Salatiga. Bahkan sampai pada tingkat desa pun terlibat. Tak ketinggalan pula dari instansi sekolah.

Foto oleh Meilana Lestari. Warga kota memenuhi jalan dan alun-alun untuk melihat karnaval.

Foto oleh Meilana Lestari. Arak-arakan kesenian topeng ireng.

Foto oleh Meilana Lestari. Peserta karnaval bercampur dengan pengendara kendaraan, pedagang keliling, dan warga kota.

Foto oleh Meilana Lestari. Kesenian Reog Ponorogo saat karnaval.

Ramai. Penuh. Pengap. Sesak. Bising. Orang-orang berbondong-bondong melihat apa yang ditampilkan di jalanan. Tua-muda. Kakek-nenek. Bapak-ibu. Bayi. Balita. Anak-anak. Pemuda-Pemudi. Penjual keliling. Penjual dengan gerobak. Mata seolah dimanjakan dengan pertunjukan kesenian dan arak-arakan. Tarian. Kostum meriah. Budaya. Bercampur di jalanan. Tak lupa, kamera yang siap jepret disetiap momen.

Foto oleh Meilana Lestari. Penonton karnaval menginjak-injak tanaman hias di pinggir jalan pemkot.

Foto oleh Meilana Lestari. Penonton karnaval (baris belakang) menginjak-injak tanaman hias di pinggir jalan pemkot.

Meriah. Tapi dibalik hingar bingar ada keprihatinan. Sampah menjajaki setiap langkah. Perusakan tanaman hias terjadi disepanjang jalan pemkot, padahal sudah dipagari. Mungkin orang-orang terlalu bersemangat untuk menyaksikan pertunjukan yang ada di jalan, sehingga lupa kalau ada saudara yang mereka injak-injak. Saudara yang mereka kotori.

Foto oleh Meilana Lestari. Penonton karnaval menginjak-injak tanaman hias di pinggir jalan pemkot.

Foto oleh Meilana Lestari. Penonton karnaval menginjak-injak tanaman hias di pinggir jalan pemkot.

Foto oleh Meilana Lestari. Penonton karnaval menginjak-injak tanaman hias di pinggir jalan pemkot.

Foto oleh Meilana Lestari. Sampah berserakan di lokasi karnaval.

Foto oleh Meilana Lestari. Sampah berserakan di lokasi karnaval.

Foto oleh Meilana Lestari. Sampah berserakan di lokasi karnaval.

Kemeriahan, kegembiraan, tapi tidak diimbangi kesadaran hidup berdampingan dengan alam. Keberagaman yang tercipta di kota ini memang menghasilkan kesan “cantik”. Namun perlu ditanamkan dalam setiap diri bahwa saudara kita bukan hanya sesama manusia. Tumbuhan, hewan, dan apapun yang ada di bumi ini merupakan saudara, bagian yang integral dalam membentuk kehidupan.

Foto oleh Meilana Lestari. Kesenian jaran kepang atau reog di karnaval.

Oh ya, aku lanjutkan ceritanya. Seusai melihat karnaval, kami makan siang di sebuah warung yang terletak diujung barat alun-alun. Kenyang. Kembali berjalan menuju kediaman melewati komplek-komplek perumahan sepi. Berhayal dan bercerita tentang rumah yang sehat. Istirahat

Ya, begitulah. Ini hanya catatan seorang muda yang mencoba melihat lingkungan sekitar. Salam lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline