Lihat ke Halaman Asli

Meike Juliana Matthes

Mencintai alam, budaya, dunia literasi, dan olahraga

Peran Perempuan dalam Menciptakan Net Zero Emission

Diperbarui: 18 Juni 2024   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Energi terbarukan (www.oxfam.de)

Pada "Konferensi Iklim Paris" atau dikenal dengan COP21 Paris tahun 2015 yang lalu, komunitas internasional secara sepakat mengikat berdasarkan hukum internasional untuk membatasi pemanasan global.

Selain itu negara-negara harus berusaha untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5°C untuk mencegah dampak buruk yang bisa diperkirakan akibat perubahan iklim. Pada COP21 tersebut muncul istilah Net Zero Emission atau NZE

Net Zero Emission atau emisi nol bersih adalah situasi dimana jumlah jejak karbon yang bersumber dari aktivitas manusia tidak melebihi jumlah emisi yang dapat diserap bumi.

Pada masa sebelum era revolusi industri, emisi karbon dan jumlah yang terserap bisa dikatakan seimbang. Alam sendiri bisa bekerja untuk melakukan penyerapan karbon melalui berbagai sistem seperti tumbuhan, tanah, air, laut, dan lain sebagainya.

Untuk mewujudkan Net Zero Emission diperlukan transisi sistem energi yang digunakan sekarang ke energi bersih untuk mencapai kondisi yang seimbang antara aktivitas manusia dan keseimbangan alam.

Manusia punya peran utama dalam pengendalian jejak karbon.  Jejak karbon yang terlalu banyak dihasilkan akan memberi akibat buruk bagi bumi yaitu kerusakan alam yang dampaknya akan meluas kemana-mana yang pada akhirnya manusia dan mahluk hidup sendirilah yang akan terkena bencana.

Generasi sekarang harus memikirkan bumi macam apa yang nantinya diwariskan kepada anak-cucu.  Apakah bumi yang penuh bencana atau bumi yang memberi harapan.

Semua manusia tanpa perbedaan gender berperan dalam kontribusinya untuk mengurangi jejak karbon menuju emisi nol bersih atau dalam upaya ke Transisi Energi Terbarukan (EBT).

Sejauh mana peran perempuan dalam hal ini?

Dalam laporan tahun 2019, Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) mengungkapkan bahwa perempuan mewakili 32% pekerja di sektor energi terbarukan.  Dari posisi kepemimpinan, perempuan hanya menempati seperlima posisi (20%), menurut laporan Kesenjangan Gender yang dikeluarkan oleh Forum Ekonomi Dunia.  Terlebih lagi, sektor energi termasuk dalam tiga besar industri yang kesenjangan gendernya paling besar, dibawah sektor manufaktur dan infrastruktur.

Di kancah internasional ada perempuan-perempuan yang yang menjadi motor penggerak yang memberikan kontribusi lewat keberagaman talenta, keahlian, dan pendekatan inovativ di berbagai sektor yang ramah lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline