Benang-benang aksara merajut asmara. Cinta berbuah kata. Lalu, kata memeluk kata. Lahirlah bait-bait syair dari rahim rasa. Tumbuh subur di hamparan linimasa.
Seseorang memetik tangkai-tangkai kata yang berbunga. Dinaikannya mendaki tangga nada. Hingga tiba di puncak rasa. Dikawinkannya kata dan nada. Lahirlah senandung dari rahim makna.
Syair dan lagu mengumandangkan rasa. Menyuntikan makna. Memerahkan telinga tembok-tembok kuasa. Mengguncang linimasa bangsa. Rintik-rintik Kritik menghujani singgasana. Bangsa yang biasa dimanja, merasa terjajah bahasa.
Syair dan lagu disalahkan. Penciptanya dimasalahkan. Penyanyinya terancam dipenjarakan. Dia dianggap kehilangan cinta kepada bangsa. Namun kidung bersenandung mesra: "inilah caraku mencintai bangsaku dan rajaku. Kritik adalah bukti cinta!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H