Lihat ke Halaman Asli

Meidy Y. Tinangon

Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

Sungai Tondano: Sungai Darah dan Perjuangan yang Kini Dijajah Eceng Gondok

Diperbarui: 11 Agustus 2021   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian sungai Tondano di pusat Kota Tondano. Foto: suluttimes.com

Sungai Tondano selain sebagai sumber kehidupan, juga memiliki nilai historik. Segudang problema yang dialami sungai bersejarah tersebut membutuhkan solusi bagi pelestariannya

Sungai Tondano terletak di Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Nama "Tondano" berasal dari nama Kota Tondano, ibukota Kabupaten Minahasa, kota dimana sebagian aliran sungai tersebut berada. "Tondano" berasal dari bahasa lokal yaitu Bahasa Tondano: "tou" yang artinya orang atau manusia, dan "rano" yang artinya air. 

Hulu sungai atau kepala Sungai Tondano terletak di Kelurahan Toulour Kecamatan Tondano Timur. Tepatnya di daerah aliran keluar  (outlet) Danau Tondano, yang menjadi sumber utama aliran air Sungai Tondano. 

Sungai Tondano bermuara di Teluk Manado, wilayah Kota Manado, Ibukota Provinsi Sulawesi Utara. 

Sungai Darah dan Perjuangan

Sungai Tondano menyimpan catatan historis perjuangan bangsa. Dalam catatan sejarah, perjuangan rakyat Minahasa melawan kompeni adalah momentum historik yang dikenal sebagai Perang Tondano. Dalam beberapa catatan, peristiwa heroik tersebut terjadi sebanyak dua kali, sehingga disebut Perang Tondano I dan Perang Tondano II.

Perang Tondano I terjadi pada tanggal 1 Juni 1661 hingga 1664. Perang ini merupakan kisah heroik yang dilakukan oleh rakyat yang bermukim di sekitar Danau Tondano, tepatnya di sebelah selatan Kota Tondano sekarang ini, yang dahulu disebut Minawanua, melawan pasukan kolonial Belanda (Merdeka.com).

Perang Tondano II terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa dan pemerintah kolonial Belanda. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, 2012 via Wikipedia.org).

Baik Perang Tondano I maupun Perang Tondano II lokusnya sama yaitu di sebuah tempat dekat outlet Danau Tondano atau hulu Sungai Tondano hingga daerah hilir sungai yang oleh penduduk sekitar menyebutnya "teberan".  Daerah tersebut dikenal dengan sebutan Minawanua yang merupakan basis pertahanan para waraney (pejuang) Perang Tondano, dengan sebuah benteng pertahanan yaitu Benteng Moraya.

Objek wisata kultural hostoris dekat Sungai Tondano, Benteng Moraya. (Foto: Kumparan.com)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline