Suatu ketika, bertanyalah seorang murid kepada Guru Matematika: "guru, seperti apakah kebenaran itu?"
"Kebenaran adalah 1 ditambah 1 sama dengan 2. Itu pasti!" jawab sang guru.
"Tetapi, mengapa 1 sendok gula ditambahkan pada 1 gelas air, hasilnya bukan 2 gelas air gula?"
Sang guru, bingung mencari pembenaran.
***
Lalu, datanglah si murid bertanya kepada Guru Ilmu Sosial: "guru, seperti apakah kebenaran itu?"
"kebenaran adalah cara hidup sesuai etika dan norma sosial. Selain itu adalah pelanggaran!" Jawab sang guru.
Si murid bertanya lagi: "guru, apakah salah saudaraku Papua memakai koteka atau bule di trotoar Kuta Bali bebas berjalan dengan bikini?"
Sang guru, bingung memikirkan kebenaran.
***
Kemudian, datanglah si murid bertanya kepada Guru IPA: "guru, seperti apakah kebenaran itu?"
"kebenaran adalah bentuk alam apa adanya sebagaimana yang kau saksikan. Sebuah sudut pandang sesuai fakta," jawab sang guru.
"guru, jika kebenaran adalah sesuai fakta, seturut tatapan mata. Manakah kebenaran itu? Pandanganku atau pandanganmu?
Sang guru, dilema kepada kebenaran. Alam tak cukup menggambarkan tentang kebenaran.
***
Tak menemukan perihal kebenaran kepada gurunya, bertanyalah si murid kepada seorang hakim: " Pak Hakim, seperti apakah kebenaran itu?"
Sambil tersenyum, Pak Hakim menjawab: "kebenaran adalah jika rakyat berlaku sesuai peraturan. Diluar itu adalah ketidakbenaran dan patut dihukum! Putusan hakim adalah juga kebenaran"
"Pak Hakim, jika kebenaran dan ketidakbenaran, hukumnya demikian. Mengapa 2 orang pencuri, ada yang dihukum ada yang bebas? Mengapa Ayahku yang tak melanggar peraturan, justru kau hukum? Mengapa yang hitam menjadi putih dan putih menjadi hitam?" Tangis si bocah tak tertahankan.
"Anakku, kau belum mengerti semua itu. Kau harus belajar ilmu hukum untuk mengerti kebenaran hukum!" Demikian putusan yang mengalir dari literasi pledoi Pak Hakim tentang kebenaran.
***
Kisah pencarian tentang kebenaran si murid, berakhir tragis.
"Seperti apa kebenaran itu?"
Relatif !!!
***
Ditatapnyalah langit, lututnya mencium tanah, telapak tangannya dibuka menghadap langit. Kepalanya tengadah ke langit, air mata masih membasahi pipinya. Lalu berserulah dia dengan suara keras:
Tuhan! seperti apakah kebenaran itu?
"Akulah Jalan Kebenaran dan Hidup!" Jawab Sang Tuhan.
Bocah kecil menemukan sebuah jalan pencarian kebenaran yang hakiki!
***