Detik-detik irama sang waktu terus bergulir menggiring kita kepada ruang di ujung tahun. Kisah-kisah penuh ketegangan menjadi bacaan dan tontonan setiap diri membuka jendela hari hingga menutupnya dalam mimpi. Kompetisi, intrik politik, ancaman, kekerasan, konflik, kematian dan covid membelenggu kita di penjara ruang dan waktu bernama ketegangan.
Setiap sudut ruang terperangkap dalam ketegangan. Ruang nyata, ruang maya, semuanya membuat jantung berdetak kencang. Membuat imun jatuh ke dasar samudera. Pasukan berbaju hazmat memakamkan mereka yang tercinta tanpa upacara ataupun ritual agama. Lalu, Indonesia butuh apa?
Suatu saat di medio 2020, kumasuki sebuah ruang dan lagi-lagi kutemukan mereka yang biasanya ceria dengan nada-nada celotehan, kini tegang tanpa suara, karena masker mengunci mulut. Mengapa hidup kita tersiksa seperti ini?
Kumatikan lampu di ruangan itu, hingga kegelapan menyelimuti, dan ruang itu makin tegang. Lalu, kunyalakan lampu senter, kemudian kuarahkan cahanya di kepalaku yang botak.
"Silau ?" tanyaku.
Dalam sekian detik, mereka tertawa dalam kegelapan, menertawakan kesilauan yang memancar dari kepalaku yang botak itu, lalu ketegangan pun sirna.
Rupanya inilah kebutuhan negeriku Indonesia. Bahwa Indonesia butuh ketawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H