Kata orang, hidup adalah pilihan. Namun, pada mulanya kita terlahir tanpa bisa memilih kepada kapan dan dimana, kepada waktu dan ruang. Kepada mengapa dan bagaimana, kepada wujud dan proses. Kita terlahir mencium sang bumi, tanpa bisa menolak, apalagi memilih waktu dan ruang.
Namun, bersyukurlah, karena setelah pada mulanya, kepada jalan penuh tanda tanya, kita akhirnya berjalan dengan sejuta pilihan. Terus melangkah dengan peluh, air mata dan darah atau berhenti dan menyerah kalah di jalan penuh kerikil tajam. Belok ke kiri, lalu memilih antara madu atau racun, ataukah belok ke kanan lalu memilih antara hidup dan mati. Kita bebas memilih, berjalan sendiri dalam keangkuhan ataukah berjalan sambil memilih kepada siapa yang layak mendampingi.
Kata orang, hidup adalah pilihan, namun fakta dan ujung perjalanan kita tak bisa kita pilih. Karena sesungguhnya pilihan hanyalah asa, tetapi fakta adalah rancangan Sang Langit yang berkuasa kepada jalan yang kita pilih. Hingga pada akhirnya kita pun tak bisa memilih untuk hidup seribu tahun lagi atau mati di detik ini. Karena sesungguhnya kita dan pilihan kita adalah fana, namun di negeri di awan sana menggantung asa tentang keabadian, seperti syair tentang cinta dan jejak kaki kita, akan abadi kepada mereka yang memilih kita dan syair kita sebagai pilihan. Karena hidup adalah pilihan dalam kefanaan menuju keabadian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H