Hari-hari terakhir ini, sang waktu begitu tersiksa. Air mata menetes di setiap detaknya.
Kesibukan menjadi buas dan rakus. Dihancurkannya jam dinding, hingga kehilangan irama detak-detak waktu.
Dikunyahlah almanak, tak peduli hitam, hijau dan merah. Semuanya dilahap. Tanggal-tanggal tak ada yang tertinggal.
Napas tak sampai ke hidung. Tak cukup waktu untuk sebuah tarikan napas di atas kasur, sekedar melepas lelah.
Tak cukup untuk menyanyikan rangkaian nada kemesraan.
Jam, menit dan detik tak cukup untuk melukis karya. Sibuk, terus melangkah di jalan yang tak berujung.
Tak ada waktu menengok ke sebuah tempat dimana saban hari aksara saling berpelukan. Merajut kata dan bahasa.
Membingkai makna dalam sejuta bait syair tentang kehidupan, cinta dan keabadian.
Bait-bait syair itu akhirnya hilang karena napas yang tak sampai ke hidung
Dan, akupun kehilangan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H