Lihat ke Halaman Asli

Meidy Y. Tinangon

Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

Dinasti

Diperbarui: 21 Juli 2020   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

| ilustrasi || vectorstock.com | 

Bertanya seorang ayah kepada anaknya, "maukah Engkau mengganti ayah duduk di kursi empuk memangku kuasa yang mampu memaksa selaksa manusia tunduk dan sujud, pun juga mampu memaksa pundi kosong terisi penuh tanpa undi?"

Sang anak terdiam sejenak, merenung, berpikir, merasa....

"Ayah, kursi itu terlalu empuk bagiku, aku tak biasa berkuasa dan memaksa. Lagi pula kita tak hidup di negeri para raja yang terbiasa mewariskan kuasa kepada anak raja sejak raga dikandung ibu," jawab sang anak kepada ayahnya.

Ah, Kau harus ku paksa! Demi kuasa dan kuasa!

Bertanya seorang anak kepada ayah, "dapatkah aku mengganti dirimu, duduk di kursi empuk memangku kuasa tanpa terpaksa, tanpa siksa yang menyiksa raga, pun tanpa puasa, demi kuasa yang leluasa mengatur jalan hidup selaksa manusia?" 

Sang ayah terdiam sejenak, merenung, berpikir, merasa....

"Nak, tak sembarang orang yang bisa, duduk di kursi empuk penguasa. Engkau pun tak bisa meski tanpa rekayasa. Negeri kita bukan negeri para raja yang menaruh mahkota tanda kuasa di kepala anaknya yang baru beranjak dewasa," jawab sang ayah kepada anaknya.

Ah, Aku harus terpaksa! Demi asa, sang anak yang terus memaksa. 

Dinasti, antara paksa dan asa, antara rindu dan benci. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline