"Yang fana adalah waktu. Kita abadi"
Hari ini, teringat penggalan sajak usang itu, yang dulunya dianggap sekedar bait-bait fiksi tanpa makna
Hari ini, sang pengukir aksara dibalik larik puisi itu terbujur kaku, setelah detik demi detik hidup dipungutnya dari kumpulan yang terbuang, menghitung sisa-sisa hari dalam putaran roda waktu, lalu menghidupi sang waktu dengan tarikan napas dan goresan pena
Waktu berlalu, jejak karya mantap terpatri di setiap langkah kembara juang sang dekar kata
Hingga akhirnya,
Hari ini, lelaki tua mengungkap fakta, benar yang fana adalah waktu, setiap detik adalah baru, tiada waktu yang kekal, meski langkahnya tiada terkejar
Hari ini, lelaki tua tiada memungut detik, apalagi tahun!
Irama sang waktu yang fana, ditinggalkannya sepi sendiri dalam iringan sepi irama detak jarum jam yang melambat
Tingkah sang waktu ditinggalkannya dalam kefanaan yang abadi, dan lelaki tua itu tersenyum menuju keabadian, meninggalkan secarik kertas bertuliskan: "yang fana adalah waktu, kita abadi!"
Selamat menuju keabadian
Selamat jalan Sapardi Djoko Darmono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H