Lagi-lagi,
aku hanya bisa menghela napas,
Setelah tajam narasimu menyahut ideku,
dalam ruang dialektika antara aku, kau dan mereka
Narasi tajam menyayat hati,
episode berulang dalam relung yang sama
Diksi oposan menghantam ide kecilku,
memaksa aku untuk kembali mengalah
Padahal aku telah memilih diksi terbaik,
dalam narasi yang paling sejuk
Padahal aku telah menimbang ideku,
tak menggunung melebihi kehebatan ego-mu
Padahal berjuta kata maaf,
telah meluncur dari lubuk hati terdalam
Ada apa denganku?
Ada apa denganmu?
Apakah aku terlalu bodoh untuk selalu salah?
Ataukah dirimu yang terlalu pintar untuk menyalahkan?
Atau... Mungkin?
Ah, tak baik berburuk sangka
Namun,
haruskah aku berdiam diri?