Ketika membayangkan tentang buruh, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kesusahan hidup, kasarnya pekerjaan hingga masyarakat kelas bawah dalam strata sosial.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan buruh sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Ada buruh harian, buruh musiman hingga buruh kasar.
Pendek kata, buruh jauh dari kesan kaya dan sejahtera. Benarkah demikian?
Di kampungku, banyak masyarakat yang hidup dengan profesi sebagai buruh, ada tukang bangunan, buruh bengkel hingga tukang batu. Beberapa diantaranya kukenal. Benar mereka tidak kaya jika dibandingkan dengan profesi lainnya seperti pengusaha ataupun pegawai negeri. Rata-rata upah harian mereka adalah Rp. 100.000 hingga Rp. 150.000, itupun tergantung jika ada pekerjaan dari orang yang akan membayar tenaga dan keahlian mereka.
Sekalipun mereka tidak kaya dan bukan kategori orang dengan jabatan, tapi buruh itu mulia dan sejahtera. Kok bisa? bukankah kebahagian dan kesejahteraan diukur dengan uang atau penghasilan? dengan harta dan kekayaan?
Tidak demikian bagi kaum buruh di kampungku. Mereka, menurutku sejahtera sekalipun tak berduit. Mereka masih bisa tersenyum dan sangat menikmati hidupnya, tak seperti si kaya dibalik terali besi. Ada orang kaya tak mampu membuat anaknya selesai sekolah. Tapi para buruh ini, dalam susahnya, ada yang mmmpu sekolahkan anak hingga tamat kuliah.
Mengapa mereka saya sebut bahagia dan sejahtera di banding "kakak kelas" profesi lain dalam sistem sosial?
Pertama, mereka sangat menghargai waktu. Bagi mereka waktu adalah anugerah, kesempatan dan tanggung jawab untuk berkarya.
Kedua, mereka mensyukuri hidup apa adanya. Meskipun ada keinginan untuk mendapatkan kekayaan, namun mereka sadar,
hidup sesungguhnya bukan soal kekayaan tapi bagaimana bertanggung jawab terhadap anugerah kehidupan. Bertanggung jawab terhadap waktu, tugas, keluarga, masyarakat dan agama. Mereka mensyukuri apa adanya hidup dan dalam susahnya mereka, mereka masih mampu berkorban dan berbagi.
Yah berkorban dan berbagi adalah hal ketiga, yang membuat mereka damai dan sejahtera lahir dan batin.