Rubrik Topik Pilihan Kompasiana: "Hari Puisi Nasional" mengajukan pertanyaan yang memang sengaja memancing nalar Kompasianer. Pertanyaan itu adalah: puisi seperti apa yang Kompasianer suka dan kenapa? Apakah puisi-puisi tersebut ditulis oleh penyair lama atau baru?
Sebagai seorang Kompasianer, penikmat setiap untaian kata indah dalam puisi-puisi yang ditayangkan di Kompasiana, saya tertarik memberikan pendapat saya.
Bagi saya, sebuah puisi disukai bukan soal penyairnya, lama atau baru. Hal itu akan mempersempit peluang dinikmatinya puisi-puisi indah yang tak terbatas oleh identitas atau kategorisasi lama dan baru dari seorang penyair. Bukan berarti tidak ada faktor dari diri si penyair lama dan baru yang menyebabkan puisi itu disukai, tetapi saya melihat dari perspektif daya tarik dalam proses 'suka' atau 'menyukai' bahkan 'menikmati' dan 'mencintai', ketika puisi itu ditawarkan dihadapan pembaca atau calon pembaca, atau katakanlah konsumen puisi atau penikmat puisi. Disamping itu, sebuah karya seni tak lepas dari aspek estetika atau keindahannya serta aspek kemanfaatannya.
Menurut saya, ada 3 hal yang membuat puisi itu disukai yaitu: disukai untuk dibaca, disukai saat dibaca dan disukai setelah dibaca. Tiga faktor proses ini saya namakan '3 suka' dalam proses pembacaan puisi.
Berikut saya uraikan.
- Disukai untuk dibaca. Ini soal proses awal yang menentukan apakah pembaca akan melanjutkan membaca puisi tersebut atau tidak. Nah, sebagaimana tulisan-tulisan lainnya, awal jatuh cintanya pembaca terhadap sebuah puisi adalah judulnya. Judul yang menarik akan menentukan suka-tidaknya pembaca melanjutkan pembacaan terhadap sebuah puisi. Di Kompasiana, dalam sehari bisa lebih dari 100 puisi yang tayang. Dalam 1 menit saja, bisa mencapai 5 puisi. Saya sering memelototi rubrik 'terbaru', 5 karya puisi tercantum keterangan '1 menit lalu'. Bagaimana kalau konsisten setiap menit 5 puisi? Yang saya mau katakan disini adalah, pembaca Kompasiana yang umum, dengan banyaknya pilihan bacaan, tak mungkin akan membaca dan menyukai semua puisi. Pembaca akan melihat judul. Apakah judulnya menarik, menantang, menyentuh atau berhubungan dengan si pembaca.
- Disukai saat membaca. Setelah membaca judul puisi dan memutuskan untuk membaca isi dari puisi tersebut, pembaca bisa saja tidak melanjutkan membaca. Bisa karena susah memahami pilihan kata dan gaya bahasa atau tidak suka dengan pilihan kata dan gaya bahasa. Jika demikian maka putuslah jalinan 'percintaan' antara pembaca dengan puisi yang sementara dibaca. Isi dari puisi, termasuk pilihan kata dan gaya bahasa akan menentukan suka tidaknya pembaca dalam tahap ini.
- Disukai setelah membaca. Jika pembaca telah selesai membaca puisi maka akan ada efek yang ditimbulkan. Efek tersebut adalah kepuasan yang menumbuhkan kecintaan atau suka yang paripurna terhadap karya puisi. Kepuasan tersebut karena pembaca merasakan kemanfaatan ketika tuntas membaca sebuah puisi. Kemanfaatan dapat berwujud perasaan dan inspirasi, dan dapat berlanjut untuk memanfaatkan puisi tersebut misalnya, menjadi bahan yang akan dibacakan dalam suatu momentum, menjadi bahan yang di-share ke sosial media atau menjadi bahan kutipan dalam tulisan lainnya, hingga menjadi 'batu pijakan' untuk karya tulis lainnya baik puisi maupun bentuk tulisan lainnya.
Demikian pendapat saya, berdasarkan pengalaman saya menikmati, mendapatkan inspirasi untuk karya saya dan membagikan puisi Kompasianer yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Lebih kurangnya, mohon maaf. Ini hanya opini saya. Bukan sebuah teori atau postulat.
Selamat Hari Puisi. Semangat berkarya untuk para penyair Indonesia dan teruslah menginspirasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H