Lihat ke Halaman Asli

Lilin

Perempuan

Kisah Senja dan Merah di Ujung Sigaret

Diperbarui: 2 Desember 2021   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah berlinting-linting sigaret, kita remas menjadi abu. Asap putih membumbung ke langit-langit. Putung tergeletak pilu, di antara gelak tawa kita memasak air mata. 

Senja yang indah, Sayang. Dan kulihat camar kebingungan, nampak lepas namun tergantung di kelam matamu. Dari tatapan itu berlompatan wajah bocah bermain gundu ke perlintasan rel kereta yang panjang. Sekali lagi kubaca gurat gelisah, menggambarkan dua wajah sama yang saling melupakan. 

"Pulanglah .... Air sepersusuan masih lebih asin dari buih gelombang kehidupan, Za."

 Aku tak begitu bodoh, Sayang. Sampai tak mengenali warna merah di ujung sigaret dengan luka yang berdarah, bekas sobekan perpisahan. Lagi-lagi sepi menghampiri sunyi. Sekali lagi aku tidak begitu bodoh menangkap gusar yang kau sembunyikan dibalik tembok bisu senja ini. "Berkeluhlah ...." 

Surabaya, Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline