Lihat ke Halaman Asli

Meicky Shoreamanis Panggabean

Penulis biografi BTP dan Munir

Menilik Keberpihakan Ahok di Hari Ulang Tahunnya: Pada Konglomerat atau Kaum Papa ?

Diperbarui: 29 Juni 2015   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Cermatilah hasil survey berbagai lembaga seminggu belakangan ini dan kita akan tahu bahwa walau  dibenci partai, Ahok eksis jadi pemimpin kesayangan warga. Tentu bukan hanya partai yang tak menyukai dirinya. Aktivis yang kekurangan pemasukan karena orang miskin  mulai sulit dijadikan komoditi, akademisi yang aliran uangnya macet karena proyek yang menjadikan dirinya konsultan dihentikan Ahok, konglomerat yang usahanya ditutup karena melanggar aturan, korban banjir yang terpaksa pindah ke rusun sehingga mereka harus bekerja untuk bisa makan dan tak lagi bisa memilih menu dari donatur saat banjir tiba….

***

Jika tukang bakso melintasi jalanan dan ditabrak anak menteri, siapa yang salah ? Hampir pasti semua jari akan menunjuk kepada anak menteri. Padahal, siapa tahu anak menteri itu sudah ikut aturan dan tidak mabok ataupun ngantuk. Siapa tahu si tukang bakso baru saja menenggak berbotol-botol minuman  keras dan mendorong gerobak dalam kondisi teler.

 

Namun, ya  begitulah…Sadar atau tidak, ada banyak orang yang mengidentikkan kemiskinan dengan kebenaran. Bisa jadi karena untuk kaya di negara ini butuh ketrampilan melanggar yang amat tinggi dan kerelaan menjilat yang bikin perut mual. Bisa jadi karena orang miskin selalu dipandang sebagai korban dan bukan pelaku. Banyak yang lupa bahwa orang kaya bisa benar dan orang miskin bisa salah.

Lalu, di tengah situasi seperti itu, muncullah seorang Ahok. Matanya yang  hanya segaris, kulitanya yang putih dan kebiasaannya  mengenakan sepatu Bally membuat  penampilannya terkesan elit walau sangat jauh dari  kesan flamboyan seperti foto model. Tak heran, banyak yang meradang saat beliau melakukan penggusuran.  Dari kalangan aktivis, yang mencuat ke permukaan biasanya adalah isu ‘Ahok’ versus ‘orang miskin’, bukan isu ‘kenapa harus digusur’ vs ‘kenapa seharusnya tidak digusur’.

Tentu yang murka pura-pura lupa bahwa ada banyak orang kaya yang tak bisa lagi menyuap sejak Ahok  jadi gubernur, konglomerat pun disegel usahanya oleh Ahok. “Keputusan gue nyenggol orang dari semua tingkat ekonomi”, begitu Ahok pernah bicara di Program Kick Andy.

Ahok bukan hanya berhadapan dengan orang kaya yang kerap  menggunakan hartanya untuk menerobos aturan, beliau juga berurusan dengan orang miskin yang terbiasa  menggunakan kemiskinannya sebagai pembenaran untuk melanggar peraturan. Dengan gaya yang tak elegan karena yang dihadapi memang bandit yang tak  bisa dihadapi dengan manis, Ahok  lantas menunjukkan kepada warga bahwa keberpihakannya bukanlah  pada  siapa yang kaya  atau  siapa  yang miskin. ”Gue taat konstitusi, bukan taat konstituen. Konstituen ‘kan banyak, puyeng pala gue”, tuturnya di berbagai kesempatan wawancara dengan wartawan.

Jadi jelas, keberpihakan Ahok  bukanlah pada konglomerat atau kaum papa. Keberpihakannya sebagai pemimpin  adalah pada apa yang benar.

Dan, pemimpin itu hari ini berulangtahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline