Lihat ke Halaman Asli

Cemburu

Diperbarui: 4 Mei 2016   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku hanya ingin melihat Melisa cemburu.

Kalau beberapa orang takut jika pasangannya cemburu, justru tidak bagiku. Aku sangat ingin dicemburui. Sejak kami jadian sembilan tahun yang lalu, dia tidak pernah sekali saja cemburu padaku. Aku mau jalan sama siapa saja, dia tak peduli. Bahkan ketika aku kepergok berduaan di kamar kos dengan Tifani, sahabatnya, penuh peluh dan tanpa busana, dia hanya berujar, “Kalian sedang apa?” Dengan wajah datar, tanpa ada segores emosi.

Dan beberapa waktu yang lalu aku sempat menunjukkan pada Melisa pesan-pesan mesraku pada beberapa wanita. Ia hanya mengerutkan keningnya, tanpa berkomentar sedikit pun.

“Kamu tidak cemburu?” tanyaku penasaran.

“Untuk apa?” ia balik bertanya, tanpa memandangku.

Jujur, aku tak pernah berupaya mencari wanita lain untuk kupacari. Aku merasa tak pantas mengkhianati kesetiaannya selama ini. Wanita-wanita yang kuperlakukan mesra itu hanya sebatas usahaku untuk membuat Melisa cemburu. Itu saja.

Aku hanya ingin dicemburui kekasih.

Seperti kawan-kawan di kantor yang sering bercerita bagaimana pacar dan istri mereka cemburu. Pulang terlambat, dicemburui. Memakai parfum lain, dicemburui. Foto berdua dengan seorang wanita lain, dicemburui. Kata mereka, dicemburui itu asyik. Mereka menganggap, cemburu adalah satu-satunya tanda paling nyata, apa pasangannya betul-betul cinta atau tidak.

Namun, sepertinya aku tak pernah berhasil membuat pasanganku cemburu.

***

Harus sempurna!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline