Keberadaan kantong plastik kerap kali diasosiasikan dengan citra negatif khususnya setelah isu-isu lingkungan akibat akumulasi limbah plastik semakin mendapat perhatian dari media massa dan para aktivis lingkungan. Kini, sejumlah pemerintah daerah di Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam menanggapi polemik tersebut melalui pemberlakuan regulasi pembatasan penggunaan kantong plastik pada sektor tertentu. Padahal, penciptaan kantong plastik mulanya dilatarbelakangi oleh inisiasi untuk menjaga stabilitas lingkungan. Jika dilihat dari perspektif dampak lingkungan, perhatian utama sering kali tertuju pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh produk pasca penggunaannya. Namun, keberadaan suatu produk sebenarnya mencakup seluruh siklus hidupnya mulai dari proses perekaan hingga distribusinya yang juga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan.
Tingginya permintaan akan kantong kertas di Swedia pada tahun 1959 memicu masalah signifikan akibat deforestasi dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sten Gustaf Thulin, seorang ilmuwan asal Swedia kemudian memiliki ide untuk menciptakan sebuah kantong yang ringan, kuat, serta dapat digunakan berulang kali sehingga meminimalisir eksploitasi hutan. Kantong plastik lalu tercipta sebagai hasil eksekusi dari ide tersebut. Ironisnya, penggunaan kantong plastik di era modern telah menyimpang jauh dari tujuan awalnya. Kantong plastik yang dirancang untuk digunakan berulang kali kini lebih sering berfungsi sebagai produk sekali pakai, mengakibatkan jumlahnya melebihi ambang batas yang wajar. Sebagai tambahan, pakar pengolahan limbah yakni Profesor Margaret Bates menuturkan bahwa proses produksi kantong kertas dan kantong kain melibatkan bahan baku yang lebih kompleks sehingga memerlukan energi industri yang lebih besar. Hal ini berdampak langsung pada meningkatnya emisi polusi industri yang dihasilkan selama proses produksi.
Agar memiliki dampak lingkungan yang setara dengan kantong plastik sekali pakai yang telah didaur ulang, kantong kertas harus digunakan setidaknya 3 kali sementara kantong kain harus digunakan minimal 131 kali. Jenis kantong yang paling ideal untuk digunakan telah menjadi subjek sebuah studi yang menghasilkan konklusi bahwa kombinasi material polyester, vinil, dan tough plastic merupakan pilihan terbaik. Namun, implementasi penggunaan kantong dengan jenis material baru ini secara massal masih terkendala oleh keterbatasan ketersediaan. Di sisi lain, setiap bentuk inovasi pada akhirnya tetap akan menghasilkan limbah, meskipun dalam jumlah kecil. Oleh karena itu, langkah paling optimal adalah dengan memaksimalkan penggunaan kantong yang sudah kita miliki. Manfaatkan kantong dari jenis apa pun secara berulang hingga mencapai batas penggunaannya, dan pastikan untuk mendaur ulang kantong yang sudah tidak layak digunakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H