Instrumen derivatif dapat digunakan untuk mengalihkan risiko. Dalam beberapa kasus, instrumen derivatif dapat membantu perusahaan atau individu untuk mengurangi risiko terkait dengan fluktuasi harga aset, suku bunga, atau nilai tukar. Salah satu faktor yang mendorong munculnya instrumen derivatif berasal dari keluhan petani gandum di Amerika pada abad ke-19. Mereka menghadapi masalah di mana harga gandum sering turun saat panen besar dan naik setelah musim panen berakhir. Untuk mengatasi fluktuasi harga ini, diciptakanlah kontrak "to-arrive" yang memungkinkan petani untuk mengunci harga gandum mereka untuk masa transaksi di masa depan. Dengan kontrak ini, petani dapat memperoleh harga yang telah ditetapkan sebelumnya saat mereka menjual hasil panen mereka di waktu yang akan datang. Kontrak "to-arrive" ini pada dasarnya merupakan bentuk sederhana dari kontrak forward, yang merupakan salah satu instrumen derivatif yang paling dasar.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tujuan dari kontrak derivatif ini pada dasarnya ialah untuk mengalihkan risiko berdasarkan perkiraan nilai di masa depan. Namun, perlu diingat bahwa instrumen derivatif juga memiliki risikonya sendiri. Permasalahan baru mungkin muncul akibat dibuatnya kontak ini. Berikut beberapa risiko yang terkait dengan pembelian instrumen derivatif:
1. Risiko Pasar
Nilai instrumen derivatif dapat berfluktuasi secara signifikan, tergantung pada pergerakan harga aset acuan. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi pembeli instrumen derivatif.
2. Risiko Kredit
Jika pihak lawan dalam kontrak derivatif gagal memenuhi kewajibannya, pembeli instrumen derivatif dapat mengalami kerugian.
3. Risiko Likuiditas
Instrumen derivatif mungkin tidak selalu mudah diperdagangkan, sehingga pembeli instrumen derivatif mungkin kesulitan untuk menutup posisinya jika diperlukan.
4. Risiko Kompleksitas
Instrumen derivatif dapat memiliki struktur yang kompleks, sehingga sulit untuk dipahami dan diukur risikonya.
5. Risiko Regulasi