Ardi pulang dengan langkah gontai. Mukanya terlihat sedikit ditekuk. Ia akan singgah ke pos ronda. Rutin dilakukannya hal itu ketika pulang Salat berjamaah. Di sana telah menunggu dua orang temannya yang lagi duduk santai. Bersama Samsul dan Tiok mereka membahas anak gadis pak RT yang baru datang dari kota. Berita yang beredar sedang libur kuliah makanya ia ada berada di kampung.
"Si Mika balik dari kota, gayanya mantap banget ya," ucap Tiok membuka percakapan.
"Iya, tadi sore ngelihat dia lewat pake hondanya. Pokok e berubah la." Respon Samsul sembari memperbaiki pecinya.
"Maksudnya berubah, gimana?" tanya Ardi dengan menautkan alisnya hingga membentuk kerutan halus didahi lebarnya.
"Penampilannya dah keren, gaya becakapnya pun kek orang di tv," jelas Samsul.
"Kek orang kotalah. Lah dianya anak orang kaya mah, enak. Bisa sukses dengan cepat." sambung Tiok.
"Kita ini entah kapan jadi kek gitu ya?" Samsul berandai-andai sambil terkekeh.
Tiok mengangguk kan kepala. "Kita ni miskin aja emang dah keturunan jugak" Tiok menimpali.
"Pekerjaan kita tak bergengsi, cuma petani, trus kita tidak dipandang dan dihargai, ya kan. Memanglah nasib kita ni." Lagi-lagi Samsul berbicara memperbaiki letak pecinya yang kebesaran.
Ardi hanya diam, dia memang belum ada melihat Mika secara langsung. Gadis cantik yang semenjak remaja diam-diam telah bertahta di hatinya.