"Nih, kembaliannya dek," ujar Ibu setengah baya pemilik warung tersebut padaku.
"Ya, Buk, makasih." Tanganku menjulur mengambil uang dua puluh ribuan dan dua ribuan tersebut.
Dalam hati sambil berpikir, bukankah total belanjaanku empat puluh enam ribu, seharusnya dengan uang lima puluh ribu yang kuberikan tadi, uang kembalian yang diterima hanya empat ribu. Si penjual malah memberikan dua puluh dua ribu.
Aku hanya diam serta berlalu menuju sepeda motor. Aku menstarter dan bergegas melanjutkan perjalanan. Akselerasi kecepatan tidak begitu laju. Ada kegelisahan menggelayuti hati, seakan jiwa jujur memberontak. Ini salah! Seharusnya kujelaskan tentang kemungkinan si Ibu tersebut melakukan kesalahan mengira uang dua puluh ribuan itu uang dua ribu. Begitulah malaikat mungkin ingin meluruskan sikapku. Keraguan menyergap, mengembalikan atau tidak.
Ah, lumayan sebenarnya. Kan salah beliau sendiri tidak teliti melihat uang yang dikembalikan padaku. Setan berbisik, malaikat membujuk. Laju kendaraanku sudah semakin menjauhi kedai tersebut. Apa harus balik kanan. Malas kali, akan memperlambat sampai tujuan nantinya pikirku. Waktu harus digunakan dengan baik, masak sih, habis terbuang jika bolak-balik lagi.
Suasana jalan yang lengang, membuat perjalananku bisa ditempuh dengan laju yang kugas maksimal. Cuaca panas dengan mentari yang menyengat. Membuat hati ini segera ingin sekali sampai di rumah . Bisa beristirahat serta membayangkan tidur siang yang beberapa hari absen kulakukankan karena kerjaan kantor yang selalu menumpuk.
Tiba-tiba sepeda motor oleng, sempoyongan. Diiringi suara desisan. Sepeda motor terasa tidak nyaman dikemudikan. Segera aku menepi ke tepi jalan. Memeriksa, ternyata ban belakang bocor.
Memperhatikan sekeliling, di tepian jalan daerah sunyi. Hanya semak belukar serta beberapa rumah yang berjarak.
Bengkel! Harus bagaimana ini? Meskikah mendorong hingga mendapat pertolongan.
Mau tidak mau, matahari memancarkan cahaya menyengat yang bersedia menemaniku hingga ke tujuan. Setelah berpeluh, dan letih, sekitar ratusan meter barulah berjumpa bengkel. Aku menghela napas, lelah.
Selama montir mengerjakan tugasnya. Aku meneguk minuman yang tersisa dari yang kubeli di warung tadi. Mengingatkanku, mengenai uang kembalian yang bukan hakku. Risau hati mendera. Uang dua puluh ribu tadi kuanggap keuntungan akhirnya berakhir dengan apes. Malahan uang akan keluar lebih dari dua puluh ribu untuk menganti ban dalam yang ternyata ada paku tertancap menembus.