POV Vania
Namaku Vania, gadis berumur dua puluh lima tahun. Aku bekerja sebagai karyawan kantoran, wajah biasa saja, pas-pasan, ceria supel, dan heboh sehingga agak centil.
Pagi ini aku terburu-buruku berangkat kerja, karena malam tadi sakit perut dan mules, tidak nyenyak tidur berakibat bangun agak kesiangan.
Aku berjalan dengan langkah yang lebar menuju lift, segera menekan tombol lantai lima ruanganku bekerja. Namun, baru saja pintu lift akan tertutup, tiba-tiba seorang pria menahan, masukla lift pria tampan, rapi wangi maskulin, dengan tanda pengenal Ryan namanya. Memandangku sekilas tanpa ekspresi. Menekan tombol delapan, lalu berdiri lurus dengan kedua tangannya dimasukkan kesaku celananya. Aku melirik dengan senyum samar.
Hatiku senang sekali hari ini bisa bersama satu lift dengan si Ryan pegawai bagian HRD itu yang selalu diperbincangkan oleh pegawai wanita dikantor ini. Kesempatan kenalan, nih, pikirku. Kumeliriknya lagi dan berpikir akan menarik perhatiannya. Menjatuhkan tasku di sampingnya. Namun, tak ada reaksi, tatapannya tetap lurus ke depan pintu lift. Menganggapku tak ada.
"Mas sudah pukul berapa, ya? Lupa memakai," tanyaku dengan wajah dibuat selucu mungkin sambil telunjukku menunjuk pergelangan tangan.
"Pukul delapan kurang sepuluh menit," jawabnya singkat sambil melihat jam tangannya dengan pasang wajah seperti tak suka.
Aku pikir sombong amat ini orang, sepertinya dia tak ingin berkenalan denganku. Ah, wajahku yang pas-pasan inilah mungkin penyebabnya. Saat pintu lift lantai lima pun terbuka, bersamaan dengan perut mules malam tadi yang menyerangku datang kembali, ingin segera menuju toilet dengan cepat. Namun, tepat di pintu lift kumelangkah, angin kecil keluar dari ekorku, pintu lift pun tertutup. Rasakan tuh yang di dalam lift mencium aroma khas yang terkurung, sampai ia menjelang menuju lantai delapan yang ia tuju. Kujamin bisa mual dia.
Saat di toilet kududuk menikmati aktivitas buang hajat dengan senyuman menyeringai, dan berkata dalam hati, kamu pasti ingat aku.
~