"Waduh, mengapa data penjualan meleset drastis bulan ini!" Aku bermonolog serta meletakkan pena yang kugunakan untuk mencatat .
"Kenapa?" Tiba-tiba pertanyaan itu terdengar. Rupanya sedari tadi suamiku sudah ada duduk di pinggiran ranjang-- tepatnya di belakangku.
"Pendapatan bulan ini selisih jauhdi banding bulan lalu, Bang" jawabku sembari membalikkan badan menghadapnya.
"Coba evaluasi kembali, bagaimana pangsa pasar saat ini, promosi juga, maaf nih ya, menurut Abang, kamu itu terlalu terburu-buru merekrut reseller."
"Loh, kok gitu, kan bagus banyak yang mau bermitra dengan kita, berarti barang kita itu diperlukan konsumen, banyak yang mau menjualkan," cecarku membela diri. Bibirku telah mengerucut tanda tidak terima.
"Lho, lho kok marah, betul memang target produkmu ini buat para wanita, resellernya juga mak-mak. Ada yang kamu harus tahu juga mak-mak itu tidak bisa totalitas, kerjaan rumah tangganya aja kamu tahu, bejibunkan?"
Aku mengangguk masih dengan muka masam, tetapi mencerna apa yang disampaikan oleh pria yang telah membersamaiku hampir sepuluh tahun itu. Ada benarnya, ada yang luput dari analisisku selama ini. Biasanya kesepakatan dan kepercayaanlah yang menjadi prioritasku.
"Bagaimana, jika kamu memberi reward bagi reseller? Misalnya siapa yang bisa melakukan penjualan sampai sekian jumlahnya gitu, pasti pada semangat tuh. "
"Atau bisa juga pada produknya buat semacam bundling gitu dengan paket hemat kek orang-orang itu," tambah suamiku.
"Iya, ya, Bang, nantilah aku coba utak-atik lagi, besok mau ke toko berunding dengan semua admin juga, terima kasih ya, masukkannya maklumlah aku ni, kadang oleng, " ucapku lalu tersenyum lebar.