"Kapan Nikah?"
"Kapan lagi nih, menyusul?"
"lihat tuh si Ina teman sebayamu udah sibuk ngantar anaknya sekolah, kamu kok betah jomblo."
"Ditunggu ya undangannya!"
"Mana, nih, calonnya?"
Itulah kalimat yang selalu dilontarkan oleh, teman, kerabat serta keluarga. Meski terkadang dengan candaan dan senyuman. Mereka tak tahu pertanyaan senada bertanya 'kapan merit?' Pertanyaan horor itu sangat tidak menyenangkan bagiku. Hati ini langsung baper, galau dan akan menjawab dengan ekspresi menutupi perasaan. Pura-pura tersenyum, padahal di dalam dada ini tidak baik-baik saja. Mereka pikir pernikahan ajang cepat-cepatan sajakah? Bahkan rasanya pengen balas bertanya, "Kapan mati?" Namun, tak mungkinlah ya sesadis itu balik bertanya. Hehehe.
Janganlah menuntut diluar kuasaku. Bukankah kalian tahu jodoh bukanlah semau kita. Jodoh itu sudah tertulis dan diatur oleh-Nya. Kalau ditanya hatiku, jelas aku mau seperti orang-orang. Usia matang sudah berkeluarga. Tuntutan kedua orang tua juga mendesak, aku tertekan. Sungguh sangat menyiksa, tetapi sadar memilih seorang pendamping hidup bukan untuk main-main.
Boleh aku bertanya, berapa banyak orang berumah tangga yang bahagia? Single itu suatu hal yang buruk? NO, banyak dihadapanku kenyataannya menyesal dengan pilihan dan keadaan rumah tangga mereka pun akhirnya kandas.
Aku berdamai dengan diriku sendiri. Aku mencoba menerima ujian ini. Aku tak akan minder lagi. Aku percaya takdir. Mungkin aku harus fokus memperbaiki diri. Prioritas ibadah juga akan ditingkatkan. Tetap berprasangka baik kepada Allah. Mungkin sosok jodohku di suatu tempat dan belum dipertemukan denganku. Doa dan ikhtiar akan kuiringi sebagai langkah menjemputnya. Langkah-langkah itu bisa saja kulakukan dengan salat di pertiga malam, salat hajad, banyak bersilaturahmi, ikut kegiatan sosial berorganisasi, menjadi relawan, ikut pengajian tak lupa berserah diri tawakal.
Aku percaya dengan surat Az-Zariyat ayat 49 yang artinya "Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat kebesaran Allah."