"Eh, tau nggak, ada kabar angin lo, Bu Nina yang cantik itu jadi pelakor!" ucapku memberitahu gosip terbaru kepada ibu-ibu kompleks yang sore ini berkumpul di warung Mpok Minah. Aku memang terkenal sebagai CCTV yang selalu up-date mengenai hal baru yang terjadi.
Mereka begitu antusias menanggapi informasi yang kusampaikan. Apa lagi jika berkaitan dengan Bu Nina yang modis dan eksis di dunia maya itu. Sering kali kami menjadikan dia sebagai topik utama untuk ghibah. Apalagi aku yang merasa tersaingi. Semenjak ia pindah ke perumahan ini, banyak yang memuji fisik maupun sikapnya yang terlihat lembut dan manis.
"Cuma, belum tahu siapa lelaki yang terjerat janda beranak satu itu?" sambungku sembari mencebikkan bibir.
"Wah, seru ini, ntar dia, misalnya tuh, diserang nih ama istri sah, jangan lupa kita videoin, biar viral," ucap Bu Asih penuh semangat.
"Betul-betul, heranlah laki-laki manalah, kok mau digodain ama dia, yang pura-pura keliatan baik, dan sok imut itu." Aku meraih minuman mineral gelas dan menancapkan sedotan.
"Kalian, udahan lo, ngomongin dia, dosa ntar, kualat kita. " Mpok Minah meletakkan beberapa mangkuk miso yang masih mengepul di meja.
"Iya, lo, Bu Tatik, ingat ceramah pengajian kemarin, ghibah ama aja kita menstranfer pahala ama dia lo, kalau nggak ada pahala kita, kita yang ambil dosa tu orang, iya gitukan?" Bu Diah, menyenggol lengan Mpok Minah. Wanita pemilik warung itu mengangguk setuju.
"Iya, aku mau tobat, makanya tadi nggak ikut nimbrung!" Mpok Minah cengegesan dan berbalik menuju tempatnya meracik miso kembali. Aku mendelik dan memutar bola mata dengan malas.
"Bu Tatik! dicariin ke rumah rupanya udah di sini. Sini!" Tangan Bu Sela menarik tanganku menjauhi yang lainnya.
"Lihat ini," lirih dia berucap seraya menyodorkan ponselnya yang memperlihatkan foto Bu Nina mengelayut di lengan suamiku di sebuah pusat perbelanjaan di provinsi.