Lihat ke Halaman Asli

Full Day School

Diperbarui: 11 Agustus 2016   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Full day school bukanlah hal asing, sudah banyak sekolah yang menerapkan program tersebut terutama yang berbasis agama. Kebutuhan akan program full day school tiap keluarga tentu berbeda. Saya adalah tipe orang tua yang selalu was was jika anak saya berlama lama berada di sekolah, itu sebabnya ketika para orang tua di tempat tinggal saya lebih memilih putra putrinya masuk ke SDIT yang jam belajarnya dari pukul 7 sampai dengan pukul 4 sore, saya memilih memasukan anak saya ke sekolah dasar negri yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal saya, disamping antar jemput yang tidak merepotkan, saya juga dapat memastikan putri kembar saya mendapatkan menu makan siang yang baik sudah pasti itu dirumah. Namun meskipun tidak bersekolah dengan program full day school, putri kembar saya mempunyai kegiatan sepulang sekolah seperti les ngaji, les nari english club.

Begitu juga saat putri saya masuk ke jenjang sekolah menengah pertama, saya lebih memilih memasukan putri kembar saya ke sekolah yang lokasinya tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal saya. Jarak yang hanya ditempuh 15 menit dengan kendaraan, putri kembar saya bisa pulang terlebih dahulu untuk makan siang dan istirahat sebelum mereka mengikuti ekskul sepulang jam sekolah seperti paskibra, pramuka,vocal group.

Wacana full day school mungkin bentuk dari kebingungan mendikbud baru yang belum tahu what have to do. Ketimbang memikirkan hal yang tidak begitu mendesak, lebih baik mendikbud fokus ke pendidikan di daerah daerah terpencil dan ada baiknya juga bekerja sama dengan menteri perhubungan untuk memberi sarana transportasi buat para pelajar yang sulit mengakses ke sekolah sekolah mereka. Bekerja sama dengan pihak kejaksaan untuk mengawasi kepala dinas kepala sekolah agar supaya tidak melakukan pungutan yang tak jelas dan semena mena serta memastikan hak siswa gakin tidak diambil oleh pihak sekolah dengan dalih apapun. Memberi intruksi keseluruh kepala dinas yang ada di daerah untuk menerapkan sistem penerimaan anak didik baru perwilayah bukan berdasarkan nem dan titipan yang berujung kecurangan, hal ini juga dapat menghindari adanya sekolah yang overload sementara di sekolah lainnya tidak ada murid. Meningkatkan kwalitas guru karena model apapun kurikulumnya apakah itu kurtilas kutilang, kurcaci kuntilanak tidak akan berjalan efektif selama kwalitas gurunya dibawah standar. Demikianlah curhat seorang ibu yang memiliki banyak anak☺

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline