Lihat ke Halaman Asli

Budaya Pragmatis Mempengaruhi Eksistensi Media Cetak

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1335920869999123246

[caption id="attachment_185598" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber : tribunindonesia.files.wordpress.com"][/caption]

Budaya Pragmatis

Budaya terbentuk dari sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus. Demikian halnya dengan kebiasaan yang ingin serba praktis dan instan, cepat serta mudah dalam menyelesaikan dan memenuhi segala sesuatu kebutuhan. Maka dari itulah kebiasaan tersebut berubah menjadi sebuah budaya pragmatis atau instan.

Budaya serba praktis dan instan di Indonesia, kini telah menjadi kebudayaan secara nasional, tidak hanya berjalan di suatu wilayah atau daerah tertentu, namun di seluruh Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung menggemari sesuatu yang bersifat praktis, dimana masyarakat selalu mementingkan segi kepraktisan dalam memenuhi kebutuhannya.  Masyarakat lebih memilih sesuatu yang dapat diperoleh secara praktis dan instan, dimana tidak merepotkan masyarakat ketika membutuhkan sesuatu. Mulai dari jenis makanan, pelayanan, mencapai sesuatu, pemenuhan kebutuhan, sampai di hampir seluruh aspek kehidupan sudah dilingkupi oleh budaya serba instan.

Pengaruh dan dampak yang ditimbulkan budaya pragmatis sangat besar bagi segala aspek kehidupan. Budaya pragmastis mendorong para industri  yang berkutik dalam bidang tekhnologi unntuk terus maju dan berkembang, semakin praktis, instan, dan tidak menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, semakin dicari masyarakat. Secara tidak langsung industri-industri tekhnologi harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat agar tetap bertahan.

Negatif dan positif dampak yang ditimbulkan selalu ada. Budaya pragmatis memiliki kelebihan dari segi kemudahan dan kecepatan, aspek itulah yang dicari masyarakat lebih senang dengan sesuatu yang instan daripada bersusah payah terlebih dahulu. Memang benar adanya apabila melakukan dan memerlukan sesuatu tanpa adanya kemudahan dan kecepatan  (sifatnya praktis). Tetapi hal itu berdampak buruk, budaya pragmatis dan budaya instan di Indonesia membawa masyarakat menjadi pemalas, tidak mau berusaha, menghilangkan kebiasaan atau budaya baik, tidak mengetahui proses hasil akhirnya, dan hasil yang didapat juga tidak maksimal, ketika memilih melalui proses pragmatis.

Tekhnologi Modern Mendukung

Perkembangan teknologi yang berkembang saat ini, seperti handphone, mobil, motor, laptop, ipad, internet, satelit, dan lain sebagainya, merupakan kebutuhan manusia bersifat praktis, dengan harapan agar mudah mengakses segala sesuatu. Tekhnologi yang selalu mengikuti kebutuhan manusia yang selalu berkembang pesat untuk menawarkan berbagai bentuk tekhnologi-tekhnologi terbarulah, justru mendukung masyarakat untuk tetap berkutik dan tidak dapat terlepas dari budaya pragmatis dan instan.

Budaya pragmatis dan instan sekarang ini sudah menerpa pola pikir manusia sehingga direalisasikan pada kehidupan sehari-hari. Disini tekhnologilah yang berperan penting dan berpengaruh besar terhadap budaya pragmatis di tengah masyarakat, bagaimana masyarakat terlepas dari budaya pragmatis, apabila tekhnologi yang berkembang terus menawarkan inovasi-inovasi baru yang lebih canggih, modern, dan pastinya lebih praktis dan instan.

Contohnya saja dalam bidang media massa :

·Radio  -> Black-White Television  -> Colour TV

·Audio Tape  -> Video Tape  -> Video Disc  -> Video Storage

·Audio Player  -> Video Player

·Mono Audio  ->  Stereo Sound And Quadrophonic

·Analog  -> Digital Signal

·Terrestrial  ->  Satellite Transmission

Kemajuan teknologi yang pesat juga terjadi di bidang telekomunikasi dan komputer. Sekarang ini perkembangan internet sudah tidak asing bagi masyarakat. Masyarakat dari kalangan menengah kebawah hingga ke atas dapat dengan mudah mengakses internet, selain harganya relatif murah, jangkauannya luas dan mudah didapat dimana saja. Tekhnologi kini juga membantu masyarakat dapat dengan mudah mengakses internet, dari HP, Ipad, Tablet, Notepad, Laptop, Komputer, BB, dan kini juga ada modem, hot–spot (Wi-fi), dan warung-warung internent yang jumah cukup banyak dapat membantu dan memudahkan masyarakat untuk mengakses internet.

Berbicara tentang pengaruh sudah dijelaskan diatas bahwa budaya pragmatis dan instan akan mempengaruhi industri tekhnologi untuk selalu menciptakan inovasi-inovasi tekhnologi-tekhnologi terbaru dan canggih, dimana pasti ada usur pragmatisnya. Sedangkan tekhnologi yang mendukung dan terus berkembang pesat juga mempengaruhi masyarakat tetap berada dalam lingkarang pragmatisme. Maka dari itu keduanya tidak bisa terlepas dan saling berhubungan. Ketika melihat hubungan keduanya, pengaruh besar kembali dimunculkan, dimana yang sudah tertera diatas, bahwa akan merusak, mengurangi, bahkan menghilangkan kebiasan dan budaya yang baik, akibat munculnya budaya baru yang sangat diterima masyarakat tanpa ada kajian ulang yang dilakukan.

Misalnya saja dalam media massa, dalam perkembangannya media massa berkembang secara pesat, dari radio muncul surat kabar kemudian televisi dan saat ini muncul media baru yaitu media online. Dalam perkembangannya masyarakat semakin dipermudah untuk mendapatkan informasi dan berita. Kegunaan surat kabar, masyarakat dapat mengetaui informasi dan berita dengan cara membaca, radio dengan cara mendengar, televisi dengan cara melihat dan mendengar, serta media online dapat melihat, mendengar, membaca, memilih, dan menyimpan. Semakin berkembang penggunaan media massa semakin mudah dalam mendapatkan informasi.

Kita dapat melihat dari permasalahan ini, ada satu budaya yang mulai tergerus akibat perkembangan media massa yang semakin pesat, karena yang awalnya mendapatkan informasi dan berita harus dengan membaca secara lengkap semakin berkembangnya tekhnologi, masyarakat hanya cukup mendengar dan melihat saja, tanpa membaca maka akan mendapatkan berita dan informasi.

Apabila kita teliti dan telaah ada satu budaya yang mulai tergerus yaitu budaya membaca. Media baru yang ada meskipun kontent yang ditawarkan di dalamnya dapat mencangkup semua aspek dari radio, surat kabar, dan televisi, namun pada kenyataannya media online tidak dapat membantu peningkatan buadaya membaca di masyarakat. Dikarenakan apabila kita telaah dan kaji lebih dalam lagi, berita dan informasi yang ditawarkan tidak lebih lengkap dan komplit daripada surat kabar, masyarakat disuguhkan dengan berita-berita singkat dimana dengan hanya membaca sekilas masyarakat sudah mengetahuinya, karena ditulis dengan padat dan jelas, secara berkala.

Budaya Membaca

Budaya membaca penduduk Indonesia sangat rendah, hasil yang signifikan dapat terlihat jelas bahwa minat baca di Indonesia menurun drastis, terlihat ari segi pendidikan, dimana buku-buku pelajaran dan buku-buku yang mengupas tentang ilmu pengethaun dan informasi-infomrasi jarang disentuh pelajar dan mahasiswa, mereka menyentuh hanya saat pemberian tugas, ujian, penelitian dan skripsi. Persentasejumlah penulis di Indonesia juga masih sedikit. Hal ini disebabkan oleh minat baca masyarakat Indonesia yang masih sangat rendah. Ketertarikan masyarakat terhadap buku tergolong masih kurang. Sampai-sampai untuk menumbuhkan kembali budaya membaca, Sekolah Menulis Indonesia (SMI) unit/kelas Unissula, melalui Gajah Mada Writer University, SMI mencetak 100 penulis muda Indonesia (10/3) lalu. Khususnya di kota Semarang dengan karya-karya terbaiknya. Dengan harapan akan mengawali dalam cita-citanya mewujudkan gerakan membaca Indonesia. (suaramerdeka.com) Pengaruh budaya membaca juga merupakan faktor dari perkembangan tekhnologi yang sudah dijelaskan diatas yaitu dari televisi dan internet. Tampilan audio visual mampu menarik masyarakat, sehingga minat baca masyarakatIndonesia masih sangatlah rendah. Orang lebih memilih menonton televisi daripada membaca. Menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2006, masyarakat Indonesia lebih memilih nonton televisi (89,5 %) dan / atau mendengarkan radio (40,3 %) daripada membaca Koran (23,5%). (pemustaka.com) Selain itu, faktor yang lainnya adalah internet. Internet telah meluas dan menjadi bagian dari kehidupan rakyat Indonesia, dimana memiliki potensi tinggi penggerusan budaya membaca. Direktur Marketing First Media, Dicky Moechtar, menyatakan pengguna internet di Indonesia meningkat 1.000% dalam 10 tahun terakhir ini. (Kompas, 31 Maret 2009). Internet Marketers memperkirkan pada akhir tahun 2010 akan mencapai 50 juta orang, apalagi tahun 2012 ini, pengguna internet mungkin lebih meningkat drastis. Hasil tersebut dapat terlihat dengan jelas bahwa pemakaian internet berkembang pesat secara signifikan, dimana hal itu juga mempengaruhi budaya membaca yang menurun. Memang benar adanya multimedia merupakan karakteristik dari media online, namun dalam pemberitaannya merupakan potongan-potongan berita singkat. Potongan-potongan berita tersebut hanya ditulis secara singkat dan padat, maka budaya membaca juga akan tetap dangkal, ketika hanya mengkonsumsi berita-berita singkat, ketika sudah tidak menarik, sudah mengerti, atau sudah bosan maka akan langsung ditinggalkannya. Oleh sebab itu, kebiasaan membaca dalam berita atau informasi-informasi yang singkat maka itu juga akan menjadi sebuah pola berpikir dan kebiasaan. Maka disajikan berita atau informasi dalam tulisan panjang yang lebih lengkap dan konstruksi ide, gagasan, serta pandangan yang berlapis, secara tidak langsung akan menimbulkan rasa keengganan untuk membaca. Dari hasil penjelasan tersebut terbukti bahwa dari hubungan ke tiga aspek tersebut, saling berhubungan dan mempengaruhi, tanpa bisa saling terlepas. Maka dapat disimpulkan bahwa budaya pragtisme yang mempengaruhi munculnya tekhnologi modern, dimana mengakibatkan tergerusnya budaya membaca adalah ancaman nyata bagi eksistensi surat kabar di Indonesia. Strategi Media Cetak Sebagai industri media cetak untuk melakukan strategi pendekatn ke masyarakat tidak memungkinkan untuk merubah kebutuhan dan keinginan masyarakat dari budaya pragmatis. Justru sebagai industri media cetak yang baik, hal tersebut dijadikan sebuah tantangan dan pelajaran agar kualitas media cetak terus berkembang dan tidak stagnant. Satu-satunya cara untuk kembali merebut hati masyarakat adalah merubah cara penyajian, design, layout, dibuat lebih menarik dan peningkatan kualitas kontent berita atau informasi yang disajikan. Industri media cetak juga dapat melakukan strategi dari rubrikasi, media cetak dapat menampilkan rubrik-rubrik yang menarik, yang tidak dimiliki oleh media massa lainnya. Tidak hanya di media online, media cetak juga dapat memberikan kesempatan untuk masyarakat dapat menulis di media cetak dengan mudah (citizen jurnalism). Hal lain juga dapat dilakukan dari strategi pemasarannya dengan melakukan kampanye budaya membaca, membuka pelatihan-pelatihan jurnalistik, mengadakan seminar, selalu memunculkan produk yang baru untuk membuat masyarakat penasaran. Ketika masuk ke bagian eksternal, sebuah indsutri media cetak harus pandai dalam memanajemen klien, investor, pemasang iklan, stakeholders, suppliers, dan partner kerja. Selain itu, untuk memanajemen pelanggan sebuah industri media juga harus memiliki manajemen yang baik, agar jasa layanan dapat mencapai kepuasan pelanggan, apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan, perusahaan harus mengetahuinya. Pelayanan harus di manajemen dengan baik, menerima kritik dan saran. Dalam proses produksi, ketika melakukan percetakan juga harus melihat pasar, berapa yang dicetak pada edisi sebelumnya, sirkulasi penjualan seperti apa keadaanya, sehingga ketika melakukan percetakan tidak melebihi quota pasar yang berminat, agar tidak tersisa. Kemudian masuk ke lebih dalam tentang manajemen karyawan, dalam sebuah perusahaan manajemen karyawan itu penting. Apabila karyawan merasa nyaman dengan kondisi dan suasana dalam perusahaan, maka kinerja karyawan juga akan profesional dan berkualitas. Kerja sama antar karyawan juga baik, karena tekhnik kerja dalam sebuah industri bukan individu melainkan kelompok. Manajemen keungan juga sangat penting diperhatikan oleh sebuah industri media cetak. Dari semua penjelasan di atas yang paling utama dan yang terpenting ialah hasil output dari industri media cetak yaitu konten berita dan informasi surat kabar atau majalah, karena produk itulah yang ditawarkan dan disajikan kepada pelanggan. Maka dari itu, agar eksistensi media cetak (koran, tabloid, dan majalah) tetap tinggi, pemolesan terhadap kualitas kontent, dimana design dan layout dibuat menarik. Kemudian berita dan informasi yang disajikan juga harus fenomenal, aktual, faktual, unik, jarang, perhatikan aspek demografis, geografis, kreatif, inovatif dan menarik. Satu hal yang paling utama ialah SDM yang ada di dalam industri media cetak tersebut, dimana setiap insan media harus memiliki sikap  profesionalitas, siap, dan sigap dalam bekerja. Strategi mutakhir inilah yang dapat dilakukan oleh para insan media dan jurnalis media cetak untuk tetap memepertahankan eksistensi dan kejayaannya. Sumber :

·http://farlos-dela-bamba.blogspot.com/2011/03/prolog-terpaan-budaya-instan-terhadap.html

·infopenyiaran.files.wordpress.com_2011_03_penjajahan-budaya-melalui-media-elektronik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline