Tahun 2020 memang penuh dengan sensasi. Kita seperti tidak bisa mengelak keadaan yang tidak terduga dengan munculnya virus corona yang menyebar di seluruh dunia. Bila diperhitungkan kematian umat manusia menjolak lebih tinggi di tahun ini, dibandingkan dengan tahun-tahun yang sebelumnya. Hal itu dikarenakan penyebaran virus corona yang menyebar dengan cepat.
Meski reaksi virus tidak langsung mengakibatkan orang yang terindikasi virus tersebut meninggal dunia, namun gejala dan hinggapnya virus tersebut selama berhari-hari menciptakan peluang virus tersebut sempat tersebar ke orang yang berinteraksi dengan yang terkena virus corona.
Sampai bulan Desember 2020 ini, berdasarkan data tirto.id, kematian sudah mencapai angka 1.575.621 dan kasus positif sudah mendekati angka 70 juta orang di seluruh dunia. Dan di Indonesia sendiri angka kematian yang disebabkan oleh virus ini sudah mencapai angka 18.000, data berdasarkan kompas.com.
Dan dalam kondisi yang masih dikatakan sangat belum normal dan stabil, lembaga pendidikan pun masih dalam situasi menjaga jarak dan tetap dalam kebijakan sistem pembelajaran daring (dalam jaringan). Awalnya memang keadaan dan situasi ini sangat dikeluhkan. Berhubung tidak efektifnya sistem belajar yang sedemikian rupa.
Kebijakan kemendikbud, Nadiem Makarim selama daring ini dikabarkan menerbitkan revisi SKB, pemberian subsidi kuota internet bagi siswa, guru, mahasiswa dan dosen, menghadirkan portal guruberbagi.kemdikbud, dan menayangkan materi pembelajaran melalui TVRI bagi siswa yang tidak memiliki akses internet. Namun tampaknya hal itu pun tidak efektif untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran ini.
Fokus pada keefektifan mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan, tentu saja awalnya kondisi ini juga sangat dikeluhkan. Mahasiswa mengeluhkan banyak kendala dalam menjalani perkuliahan secara daring ini. Tidak sedikit mahasiswa yang kehilangan semangat dalam menjalani perkuliahan secara daring ini. Selain itu, kendala perkuliahan juga faktor dari masalah jaringan yang di luar jangkauan.
Dalam mata kuliah bahasa Indonesia misalnya, setiap mahasiswa harus mengusahakan paket internet dan segala keperluan agar tetap terhubung dalam jaringan.
Meski waktu perkuliahan ditetapkan oleh dosen, namun hal yang di luar jangkauan pun dapat terjadi. Sehingga itu berdampak pada keefektifan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan secara daring ini.
Namun yang ingin dikatakan di sini adalah, dengan semua pengalaman yang dialami oleh para mahasiswa selama menjalani perkuliahan online ini, justru menciptakan suatu kebiasaan baru dan itu membawa pada penyesuaian diri. Kenapa demikian? Mungkin di awal proses menjalani perkuliahan online ini dipenuhi dengan rasa jengkel dan mahasiswa sangat merasa tidak nyaman. Namun lambat laun, metode pembelajaran seperti ini membentuk kebiasaan baru dan mahasiswa mulai menyesuaikan ini.
Tidak lagi menyinggung soal keluhan, dalam keterbiasaan pembelajaran seperti ini, pola pikir mahasiswa seharusnya mulai mengarah pada sisi positif dari proses belajar seperti ini.
Jika terus mengeluh dan tidak memberi hati (niat) dalam keseriusan menjalani perkuliahan dengan cara seperti ini, tentu saja itu tidak akan memperbaiki keadaan. Mungkin saja pimpinan negara kesulitan dalam menangani ini. Dan mahasiswa seharusnya menciptakan celah baru untuk keluar dari keterpurukan ini.