PADANG - Lahirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dilingkugan Perguruan Tinggi seolah menjadi angin segar untuk seluruh Mahasiswi yang kini tengah duduk di Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Dikutip dari Kompas.com tercatat kasus Kekerasan Seksual yang terjadi terhadap perempuan tembus diangka 4.500 Kasus hingga September 2021. Umumnya, korban dari Kekerasan Seksual adalah kaum perempuan. Mirisnya, perempuan lah yang acapkali menjadi pihak yang terpojokkan. Perkataan "Salah perempuannya dong, siapa suruh pakaiannya terlalu terbuka" , "Salah perempuannya dong, siapa suruh berjilbab tapi pakaiannya ketat" dan ungkapan "laki-laki gak mungkin melakukan itu kalau si perempuannya gak mancing-mancing". Hal ini seolah menambah rentetan buruk masyarakat terkait Kasus Kekerasan Seksual yang terjadi terhadap perempuan serta menambah kekal rasa takut para korban untuk berbicara mengenai hal ini. Dan Ruang Publik adalah latar tempat paling sering terjadinya Kekerasan Seksual ini. Misalnya Jalan umum, Transportasi umum sampai dengan sekolah/kampus yang menjadi tempat belajar dan menimba ilmu.
Mulanya, Kasus kekerasan seksual tidak terendus sampai sebegitunya. Namun, dengan lahirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini Aduan mengenai kekerasan seksual seolah menjadi permasalahan yang terus muncul setiap harinya. Ini menandakan, bahwasanya Permendikbud ini sukses menjadi payung hukum tempat para korban kekerasan seksual berlindung dan secara tak langsung, Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini juga sudah berani membuat para korban speak up. Bermula dari kasus mahasiswi salah satu PTN yang ada diriau yang mengalami kekerasan seksual saat bimbingan skripsi sampai dengan kasus yang terjadi pada 12 santri boarding school yang ada di Jawa Barat. Ini menandakan bahwasanya setiap orang punya peluang yang sama untuk menjadi korban, sekaligus mematahkan argumen masyarakat bahwasanya kekerasan seksual itu terjadi awalnya karena perempuan.
Berbicara mengenai Kekerasan Seksual, Kekerasan Seksual ini tidak hanya berupa sentuhan atau catcalling saja. Komentar - komentar yang tidak sepatutnya serta pertanyaan-pertanyaan yang terlalu menjuru ke hal pribadi juga merupakan salah satu bentuk dari Kekesaran Seksual yang umumnya terjadi dalam kehidupan bersosial media.
Oleh karenanya, untuk memangkas catatan panjang mengenai kasus Kekerasan Seksual ini kita harus melakukan sesuatu yakni memberikan bekal untuk anak/adik kita tentang pendidikan seksual serta upaya apa saja yang bisa dilakukan jika hal itu terjadi. Riset menunjukkan bahwasanya 91% dari korban/saksi saat terjadi kekerasan seksual tidak berani melakukan apapun karena kurangnya bekal terkait hal ini.
Jadi, sudah semestinya ayah/ibu untuk memberikan anak-anak mereka bekal mengenai pendidikan dan hal-hal yang menjadi bentuk kekerasan seksual dengan tujuan untuk mengedukasi serta mencegah anak supaya tidak menjadi korban kekerasan seksual yang bisa menambah panjang catatan buruk mengenai perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H