Lihat ke Halaman Asli

Love just an id card

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Gemericik air dikamar mandi, suara kipas yang setengah rusak, suara musik dari komputer, dan kilatan cahaya dari layar televisi menemani  jiwa galauku. Berisik, ya, seperti itulah gambaran hatiku. Terlintas di memori ingatanku tentang mimpi semalam, ketika aku tidur memeluk seseorang yang dulu pernah memanggilku sayang, yang kini hanya mau menyantuhku, dan berbicara padaku ketika aku telanjang dihadapannya.
Dalam mimpiku dia melamarku, bertemu dengan keluargaku, dan membanggakanku dihadapan keluargaku. Betapa bahagianya aku malam itu, terlebih lagi, ketika aku terjaga dia ada disampingku, walau tak seindah dulu, tak  sehangat dulu.
Kenyataan yang harus dihadapi sekarang ini sangat berbeda, dia tak lagi dia yang dulu, yang menciumku dengan cinta, sekarang berasa sangat hambar, hanya nafsu.
Malam ini ku coba mengingat semua tentang dia, hampir setiap hari aku mengingatnya, bahkan ketika kau menanyakan apa saja yang kami bicarakan, yang kami lakukan, dan bahkan tanggal kami bertemu, aku mengingat detail tentang dia. Bukan karna aku mencintainya, tapi karna aku membutuhkannya, bukan lagi cinta.
Dulu aku beranggapan laki-laki yang sempurna adalah dia yang memilikki segalanya, ternyata aku salah. Dia yang kucintai karena kentampanan, popularitas, kepandaian, tak lebih dari sekedar pecundang, hanya membutuhkan tubuhku, dan memperdayaku atas nama cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline