Oleh: Alifia Riski Monika dan Ristianna D. Putri
SAAT anak tumbuh remaja, memang menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Sebab, pada masa inilah terjadi fase peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Proses pematangan fisik maupun emosional terjadi pada fase ini.
Masa remaja yang ditetapkan oleh WHO adalah berusia 10--24 tahun. Sebelumnya, masa remaja dimulai sejak usia 14 tahun, tapi karena pubertas pada anak sekarang terjadi lebih cepat, maka dibuat batasan baru untuk menyesuaikan.
Masa pubertas juga ditandai dengan jatuh cinta terhadap lawan jenis. Hal ini juga dialami oleh seorang ibu yang menghadapi anaknya, Nita, yang mulai berpacaran. Akan tetapi, pacaranya ternyata memiliki latar belakang yang kurang baik.
Kisahnya tertuang dalam drama audio siniar Obrolan Meja Makan bertajuk "Pacar Anakku Bermasalah Part 1".
Memiliki latar belakang keluarga yang kurang baik, menjadikan ibu memiliki rasa khawatir terhadap kelangsungan hidup Nita. Sebagai orangtua, ibu mencemaskan masa depan Nita jika pada akhirnya harus terus memiliki hubungan spesial dengan kekasihnya.
Perkembangan zaman yang begitu cepat, menjadikan orangtua sulit mengikuti dan mencari cara untuk berbicara dengan anak remaja mereka tentang apa saja yang perlu diperhatikan saat memulai berkencan, dengan mendiskusikan saran agar anak tetap merasa aman.
Romansa yang terjadi di usia remaja itu normal dan sehat. Beberapa anak akan lebih terbuka tentang minat mereka untuk berkencan dengan memperhatikan dan tertarik pada bahasan ini. Namun, ada pula remaja yang lebih suka menyimpan perasaannya untuk diri sendiri.
Terlepas dari kapan sang anak mulai memulai kisah cintanya, nyatanya sebagian besar remaja, terutama setelah mereka lulus sekolah menengah dan perguruan tinggi, pada akhirnya mereka akan tertarik untuk berkencan.
Melansir situs U.S Department of Health & Human Services Office of Population Affairs, ketika mereka mulai berkencan, orangtua harus siap dengan berbagai kemungkinan dan membuka dialog yang peduli dan mendukung tentang topik ini.