Lihat ke Halaman Asli

Medio Podcast Network

TERVERIFIKASI

Medio by KG Media

Pemenang Sejati Sadar Kapan Dirinya Harus Berhenti

Diperbarui: 14 Februari 2022   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi(PEXELS.com/ANDREA PIACQUADIO)

Oleh: Intania Ayumirza dan Sulyana Andikko 

DALAM sebuah perjuangan untuk meraih sesuatu, tidak jarang kita merasakan yang namanya kegagalan. Umumnya, setiap orang memiliki persepsi tersendiri terkait kegagalan. 

Layaknya menilai benar atau salah, mendefinisikan kegagalan tersendiri adalah hal sulit karena sifatnya yang relatif atau tidak eksak. 

Kendati mengalami nasib yang sama, beda orang dapat memberikan respons dan persepsi yang berbeda pula. Pola pikir (mindset) akan menjadi hal yang sangat menentukan. 

Sebagian orang akan melabelinya sebagai kegagalan, namun sebagian lainnya mungkin tidak. 

Ada yang menyikapinya dengan putus asa; menerima lalu memutuskan untuk bertahan; mengambil pelajaran; atau justru segera melangkah meninggalkan kekecewaan dan bersiap dengan rencana cadangannya. 

Sikap-sikap tersebut memiliki kaitan dengan resiliensi, sebuah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustasi, dan kemalangan, sesuai definisi yang diusung oleh Janet Ledesma, peneliti dari Andrews University Amerika Serikat. 

Menjadi resilien tidak sebatas menerima dan bertahan dengan keadaan tersebut, melainkan juga mendorong diri untuk meninggalkan keterpurukan. 

Seseorang dengan tingkat resiliensi yang baik akan mampu melihat kegagalan sebagai pelajaran untuk menjadikan dirinya lebih baik di masa depan. 

Lingkaran kontrol dan lingkaran perhatian 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline