Lihat ke Halaman Asli

Musim Semi, Harapan, dan Depresi di Jepang

Diperbarui: 17 April 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi banyak orang terutama pengunjung dan wisatawan, musim semi adalah musimnya bunga. Bunga-bunga dan keindahan yang membuat mupeng untuk tinggal di tempat bermusim empat. Namun untuk mereka yang tinggal di musim sebelumnya, musim semi bukan semata pertanda keindahan dan bunga-bunga. Yang pertama, ini adalah pertanda tanggalnya jaket-jaket tebal yang mengungkung selama musim dingin. Dimana, hanya ingin keluar buang sampah saja harus memakai layer-layer dan jaket tebal. Cuci tangan airnya kaya es. Langit selalu kelabu. Malam lebih panjang dari terang. Saat musim semi, keceriaan adalah saat mengucap selamat tinggal pada kulit kering, electricity shock (kejutan listrik karena udara yang kering), hibernasi dan segala 'depresi' pada musim dingin. selamat datang matahari yang lebih banyak bersinar. Musim semi adalah harapan akan kehidupan setelah semua pohon-pohon gundul mulai bertumbuhkan cabang-cabang muda, tunas-tunas hijau dan pucuk-pucuk bunga. Suasananya bagaikan menghirup udara baru setelah berjibaku dalam dingin selama berbulan-bulan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline