Lihat ke Halaman Asli

Singkong dan Ubi? Memang Itu Makanan Kami

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1419636103328856519

[caption id="attachment_386375" align="aligncenter" width="560" caption="dok pribadi"][/caption]

Kebijakan menteri Yudi Krisnandi agar aparatpemerintahan dan PNS tidak melakukan rapat di hotel, kalau rapat suguhannya harus makanan tradisional, jika ada pejabat yang datang ke daerah-daerah, kunjungan ke kampung-kampung pelosok Indonesia maka suguhila dengan singkong rebus, ubi jalar, pisang rebus atau goreng, jambu dan makanan-makanan yang biasa dimakan oleh kebanyakan rakyat Indonesia, bukanoleh seluruh rakyat Indonesia, karena tidak seluruh rakyat Indonesia tahu dengan singkong atau ubi, apalagi memakannya.

Tambahan lagi jika mengadakan resepsi pernikahan, aqiqahan, sunatan dan pesta-pesta lain undangan tidak boleh lebih dari empat ratus orang. Ini untuk menghindari kesan bermewah-mewah di tengah masih banyaknya rakyat Indonesia yang kekurangan pangan.

Setelah kebijakan itu keluar, maka seperti biasa rakyat Indonesia Raya ini akan berkomentar. Para ahli mengkritik, yang ladang penghasilannya selama ini terganggu mengadakan protes, demo, unjuk rasa. Sama seperti ketika kebijakan menteri Susi menenggelamkan kapal pencuri ikan, sebagian masyarakat mencibir bahwa yang ditenggelamkan itu hanya perahu kayu.

Inilah rakyat Indonesia. Cara berfikir kita kadang terbelenggu dengan kebiasaan yang selama ini kita jalani. Ketika ada yang menawarkan cara berfikir, bernalar berbeda dengan yang selama ini kita jalani maka kita akan bereaksi. Namun setelah ada keberhasilan dari cara berfikir baru tersebut maka kita seakan-akan adalah aktornya, lupa kalau selama ini kita adalah penentang dan pengkritiknya.

Kembali ke Singkong dan Ubi. Walaupun bangsa Indonesia bukan pemakan singkong dan ubi, namun kedua nama jenis umbian tersebut sangat akrab dengan telinga dan lidah rakyat Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan. Di sebagian tempat di Indonesia bahkan singkong dan ubi ada yang menjadikanya makanan utama. Maka ketika menteri Yudi mengeluarkan kebijakan untuk makan ubi dan singkong, ada secercah harap dari para petani ubi dan singkong bahwa komuditas yang mereka tanam pamornya akan naik, maka ini akan berimbas pada perekonomian mereka. Gairah untuk menanam singkong dan ubi akan tumbuh kembali.

Dalam salah satu tayangan televisi swasta, secara gamblang Menteri Yudi menjelaskan bahwa kebijakan yang dikeluarkannya sudah melalui kajian yang mendalam, dalam pembatasan jumlah undangan ketika seorang pejabat mengadakan acara resepsi misalnya, jumlah yang diundang ribuan orang, memacetkan jalan, menyibukkan polisi yang harus menjaga padahal itu adalah jatah libur mereka, belum lagi harus antri hingga dua jam untuk bersalaman, Pak Harto saja ketika menikahkan Mbak Mamiek undangannya hanya dua ratus orang kata beliau. Juga dalam hal menu hidangan ketika ada pejabat yang datang atau mengadakan rapat di hotel, kenapa rapat harus di hotel jika gedung-gedungmilik pemerintah tersedia, kenapa merasa bangga ketika menyuguhkan Apel Australipadahal tersedia apel Malang, kenapa harus jeruk impor jika masih ada jeruk Kalimantan, pisang Ambon dan sebagainya. Tidakkah ini secara tidak langsung akan membantu para petani kita?

Akhirnya mari kita merasa bangga dengan kekayaan yang kita punyai. jangan merasa bangga karena gengsi.

Salam Negeri Bawah Bukit.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline