INDONESIA tengah berupaya memenuhi komitmen National Determine Contribution (NDC), terkait penurunan emisi karbon yang disepakati dalam Paris Agreement. Sebelumnya, program Langit Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menguat awal tahun 2021 ini.
Belum terlambat memang, meski gagasan-gagasan tentang ekologi ramah lingkungan yang bebas polusi sudah lama disuarakan sebelumnya. Tetapi, komitmen ini perlu diupayakan dengan lebih sungguh-sungguh. Paling tidak, melalui skenario kebijakan net zero emission atau emisi nol karbon hingga 2045 mendatang.
Karuan saja, sebagai negara dengan jumlah populasi sangat besar, Indonesia memang punya riwayat panjang penggunaan bahan bakar yang banyak mengandung karbon bagi kehidupan ekonomi penduduknya. Emisi gas buang dari kendaraan dengan bahan bakar tinggi karbon yang digunakan ini menjadi sumber utama polusi udara di langit kita.
Lihat saja, data Indeks Kualitas Udara IQAir United States yang pernah dilansir laman www.iqair.com. Didapati, kualitas udara di kota Jakarta (Indonesia) termasuk zona oranye, menduduki peringkat ke-6 dengan nilai 138. Peringkat ini sama dengan di New Delhi (India), yang juga termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk terbesar dunia.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Sementara, beberapa negara penghasil minyak seperti Uni Emirat Arab dan Afganistan, justru masih di bawah Indonesia. Artinya, kualitas udaranya masih lebih bagus dibanding di negara kita.
Faktanya, tingginya pemanfaatan bahan bakar dan emisi ini nyata-nyata telah memicu perubahan iklim tidak menentu dengan cepat. Emisi karbon termasuk penyumbang terbesar terjadinya pemanasan global (global warming), selain panas akibat dari efek Gas Rumah Kaca. Dampaknya, kualitas udara tidak bagus, siklus cuaca tidak menentu, hingga bencana kekeringan dan kelaparan atau bahkan banjir.
Kurangi Ketergantungan Karbon
Tahukah kita, bahwa emisi karbon merupakan salah satu penyumbang pencemaran udara, yang berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan? Emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon. Contoh dari emisi karbon ialah CO2, gas pembuangan dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG, dan bahan bakar lainnya yang mengandung hidrokarbon.
Lalu, apakah kita benar-benar bisa menghindari senyawa karbon dalam kehidupan sehari-hari? Sejauh mana kontribusi penggunaan karbon bagi perekonomian per kapita? Pertanyaan-pertanyaan di atas memang menjadi kajian penting dalam kaitan mewujudkan Net-Zero Emissions (NZE).
Senyawa karbon diantaranya bisa berupa alkana, ataupun alkena. Secara definitif, alkana terkandung dalam bahan bakar, juga sebagai bahan pelarut organik, sumber hidrogen, serta pelumas. Sementara, alkena banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan plastik.
Ini artinya, pemanfaatan karbon banyak terkandung dalam kegiatan produksi produk-produk konsumtif yang hampir tiap hari dimanfaatkan manusia. Seperti makanan kemasan, kosmetik, ataupun produk-produk kimia dan non-organik lainnya.