Lihat ke Halaman Asli

Khoirul Amin

www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

Peradaban Gemilang adalah Cita-Cita Kemaslahatan

Diperbarui: 4 Agustus 2021   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cover buku Membangun Peradaban Gemilang. (dokpri)

SEMUA pasti ada titik mulanya. Namun, tidak lantas harus berhenti pada sebuah akhir pencapaian!


Begitu sekiranya yang dapat disimpulkan, dari satu buku berjudul 'Membangun Peradaban Gemilang,' yang ditulis Pahri dan co-writernya, Munali. Buku ini disusun sebagai sebuah catatan perjalanan panjang sekolah bintang, SMK Muhammadiyah 7 (SMK MUTU) Gondanglegi Kabupaten Malang.

Sebagai sebuah catatan, tentu saja banyak liku dan dinamika yang bisa dikisahkan dalam buku ini. Karuan saja, buku 'Membangun Peradaban Gemilang' ini akhirnya tersusu dalam 13 Bagian, 251 bab dan 580 halaman. Panjang halaman yang lumrah tentunya untuk ukuran tulisan sejenis catatan perjalanan ataupun biografi.

Bagi penulis, pilihan kata 'membangun peradaban' dalam judul buku ini tentu bukan tanpa alasan dan tujuan. Peradaban memang sangat identik dengan dunia pendidikan, dan membangun peradaban berarti ada proses panjang dan berkelanjutan yang banyak terjadi di dalamnya.

Karuan saja, isi tulisan dalam buku ini terbagi dalam beberapa kurun waktu atau era perjalanan. Yakni, era masa sulit (hal. 79-135), era pertumbuhan (hal. 139-166), era konsolidasi (hal. 171-199), era percepatan, hingga era emas (hal. 327-377). Selama kurun waktu di tiap era ini, tertulis apapun yang terjadi dan sudah dialami di SMK MUTU ini.

Bagaimana kisah perjalanan penuh liku ini bermula. Sebagai titik awal, penulis dalam buku ini menyebutnya sebagai masa-masa sulit. Kisah jungkir balik demi eksistensi dan keberlangsungan pendidikan di SMK MUTU banyak terjadi di kurun masa ini. Situasi sulit yang mengharuskan banyak kerja keras semua guru dan berbagai pihak yang terlibat langsung dari sekolah ini.

Dituliskan, SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi awalnya hanya sekolah kecil dengan hanya 2 (dua) jurusan atau program keahlian, tepatnya sejak tahun? Bisa dibayangkan, saat itu guru hanya menerima gaji sebesar Rp 75 ribu perbulan, harus pula menggadaikan surat kendaraan untuk bisa membayar gaji karyawan. Hingga, mobil sewaan dan kredit, atau listrik yang kerap padam saat praktimum karena kapasitas daya yang kurang memadai (Bagian Masa Sulit, hal. 79 sampai 125).

Mimpi dan cita-cita besar lebih memajukan SMK swasta kecil ini bermula dari kesempatan membuka wawasan yang dialami Pahri, selaku kepala SMK Mutu. Tak tanggung-tanggung, belajar bagaimana sebuah sekolah maju ini dilakukannya hingga ke luar negeri. Tepatnya, melihat langsung sekolah dan kampus ternama di Jepang dan Perancis (hal. 255).

Selama juga sepulang dari Negeri Sakura ini, banyak pemikiran visioner dan obsesi memenuhi benak Pahri yang hanya lulusan sarjana Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini. Pahri cepat menyerap apapun yang didapatinya selama di Jepang. Mulai dari disiplin warganya di tempat-tempat publik, hingga berbagai kebiasaan baik dan inovasi yang ada di sekolah dan kampus yang dikunjunginya.

Hingga, seiring perjalanan waktu sederet prestasi dan penghargaan diperoleh Pahri dengan SMK MUTU yang dinakhodainya. Sebut saja, menjadi SMK Rujukan Nasional (2014), SMK Excellent School dari PP Muhammadiyah (2017), hingga penetapan SMK Revitalisasi dari Kemenko Perekonomian (2018).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline