Sebentar lagi mau tahun baru nih. Banyak masalah pernah muncul pada kita tentunya. Namun, kita semua tetap kudu bersiap menyambutnya dengan lembaran dan harapan baru. Nggak lucu juga sih, jika ke depan nanti tetap saja masalah yang sama berulang.
Kurun waktu setahun memang lama, namun juga bukan masa yang singkat dilewati. Terlebih, jika selama menjalaninya cukup banyak terpaan masalah harus dihadapi. Dan pastinya, tak seorang pun di dunia ini yang tak pernah mengalaminya sekecil apapun itu.
Masalah apapun dalam kehidupan kita, memang harus pandai-pandai disikapi. Bagi sebagian orang, masalah yang ada dimaknai sebuah kegagalan, musibah, bahkan aib. Tetapi, tidak sedikit pula orang menganggapnya hal biasa yang harus dihadapi dengan santai saja. Terpenting, tidak terlalu menyepelekan hingga bisa merugikan orang lain.
Nah, orang-orang santai dan tidak berlebihan dalam menyikapi masalah inilah, yang kerap menjadikannya sebagai bahan guyonan. Bagi mereka, masalah yang ada justru bisa memunculkan kebiasaan lelucon sebagai pengalihan. Bukan sok humoris juga sih, tetapi mungkin hanya sebagai obat daripada stres terlalu memikirkannya.
Kapan waktunya atau Kapan-kapan saja
Menjawab dan memastikan pertanyaan "kapan" menjadi hal yang paling sering jadi bahan guyonan. Karuan saja, masalah ini beriring dengan kelaziman manusia sebagai makhluk sosial yang bisa saling berinteraksi setiap waktu dan di mana saja.
Bertanya atau pun menjawab kesanggupan soal waktu bahkan hampir setiap orang pernah mengalaminya. Namun, disadari atau pun tidak, sebagian kita mungkin punya persepsi dan komitmen berbeda soal waktu yang ada. Malahan, bagi sebagian orang kepastian waktu itu adalah ketidakpastian itu sendiri. Ya, semacam sebuah misteri aja!
Apakah benar-benar begitu, bahwa ketidakpastian itu memang misteri dari waktu? Jawabannya bisa dikembalikan ke diri kita masing-masing juga sebenarnya. Meski, "ketidakpastian waktu" ini bahkan jamak terjadi, menjadi masalah bahkan gejala penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita.
Bisa jadi, masyarakat kita juga punya kebiasaan suka lupa atau gampang melupakan sesuatu. Atau, gampang kelupaan karena saking banyaknya urusan yang tertumpuk dan harus diselesaikan. Akhirnya, kepastian dan kesanggupan waktu bisa berdimensi tidak positif. Ada waktu tertunda, yang diangankan, atau bahkan terlupakan.
"Kapan mampir atau main ke rumah?", "Kapan bisa ngopi di luar?", "Kapan dikembalikan atau diganti?", "Kapan dimulai?" Dan masih banyak lagi pertanyaan kepastian waktu ini terlontar sehari-hari.
Dan jawaban "kapan-kapan (saja)", "pas (ada) waktunya," "nanti ya," atau "oh iya, lupa," adalah hal biasa kita dapati. Baik itu saat ketemu langsung atau melalui percakapan daring dari gawai kita.