Lihat ke Halaman Asli

Khoirul Amin

www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

Tanpa Kelas, Menjadi Guru itu (Kini) Lebih Menantang?

Diperbarui: 7 November 2020   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi guru masa kini (foto: news.detik.com)

Engkau patriot pahlawan bangsa....tanpa tanda jasa.

GURU adalah pahlawan. Setidaknya ini tergambar dalam bagian dari bait lagu Hymne Guru, yang kemudian jamak menjadi sebutan heroik bagi guru, dan seakan tak lekang waktu.

Tetapi, ada predikat yang lebih dan melekat pada guru setiap waktu, dari masa ke masa. Predikat yang lebih dinamis dan seakan tak bisa terlepas dari sosok mereka. Ya, guru selalu siap dihadapkan tantangan dan tuntutan yang baru dan bisa muncul sewaktu-waktu.

Hal-hal baru atau yang terbarukan memang kerap dihadapi guru. Dan ini selalu beriringan dengan perkembangan apapun yang muncul, dalam kebiasaan keseharian dan peradaban manusia. Pilihan menjadi guru hanya dua: bisa mencerdaskan anak bangsa serta tidak gagap perubahan dan perkembangan.

Belum yakin dengan apa yang mampu dikerjakan guru? Sebagian orang boleh bilang, guru itu enak karena kerjanya hanya menjelaskan secukupnya. Lalu, banyak duduk di kelas menunggui belajar anak didiknya. Terlebih, jika bahan yang harus diajarkan sudah ada di buku paket. Ya, cukup dibaca lalu kerjakan soal-soal latihannya.

Pliss....jangan keliru! Untuk bisa mencerdaskan anak didik, bukan perkara gampang. Situasi kelas dan kebutuhan belajar siswa bukan hal given dan itu-itu saja. Kondisi dalam kelas sehari-hari juga tak selalu sama dengan teori pembelajaran yang ada. Guru pun harus mampu menjadi jembatan dan katalisator, bagi adanya kesenjangan teori pedagogik dengan kenyataan di lapangan yang harus dihadapinya.

Dalam lingkup kecil kelas sekalipun, sejatinya tuntutan guru lebih berat dan kompleks. Banyak hal yang dihadapi setiap menitnya saat di kelas. Maklum saja, kelas juga merupakan klaster dengan beragam bawaan yang dimiliki tiap anak. Bahkan, bisa jadi tidak cukup pemenuhan kebutuhan belajar, melainkan ada hal-hal lain yang ingin didapatkan anak didik.

Nah, dalam konteks ini lah kapasitas dan integritas seorang pendidik banyak diuji. Bagaimana guru bisa memenuhi tuntutan (teori) pendidikan ramah, menyenangkan dan memanusiakan. Namun, pada saat yang sama kerap mendapati berbagai masalah anak, bahkan lebih dari kebutuhan belajarnya. Anak tidak hanya harus dilihat minat dan kemampuan belajarnya, namun juga perlu dipahami sikap, mental, bahkan tumbuh kembangnya.

Sebagai seorang pendidik, guru ternyata kerap harus berperan ganda juga sebagai 'orang tua' anak. Bahkan, bisa jamak lebih dari itu. Guru adalah juga pemimpin yang harus adil, sabar dan berempati. Juga seperti manajer yang bijak jika ada manajemen konflik di kelas, atau role model yang mestinya lebih dulu dalam hal apapun sebelum meminta anak-anak didiknya melakukan hal yang sama.

Tanpa Kelas, Apa yang (Bisa) Diharapkan?
Selama pandemi kini dan entah sampai kapan, para guru dihadapkan ruang dan bangku kelas kosong. Peran guru sebagai pusat belajar secara langsung di depan kelas pun tak lagi bisa dilakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline