Lihat ke Halaman Asli

Ziarah (I) (Puisi yang Terkubur)

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hurina
Adalah seonggok bayang merah membara
Di hati tempat tinggalnya
Menerima kasih sayang pekerjaannya
Dipadamkannya lentera istana, diterbangkannya hatiku ke awan, lalu dihempaskannya di kegelapan

Di pembaringan ini
Terbujur kaku segumpal hati pengisi usungan
Lalu dia menangis palsu

Hurina
Memang pembenci pekerjaannya.
Dikuburkannya hatiku tanpa keranda, tanpa nisan pula, tanpa do’a serangkum pun

Ini balasan untukku yang terlalu tulus menyayangi
Yang hanya bisa bercerita tentang sebuah pusara hati

Tiada tangisan, hanya keluhan
Mengeluh mengenangnya yang remuk redam
Bersama hati yang sia-sia kasih sayangnya
Di sana terkubur hati Qais, juga Romeo
Di situ pula dimakamkan segumlah hati Kholil Jubron
Di situ ada pula yang bernisankan nama Dhante Aligheri dan Sappho
Sunyi
Tak sekalipun diziarahi

Hurina
Tengok, begini semaknya pusara ini
Jenguklah sekali saja, doakanlah sebait saja
Semoga Sang Raja Segala Hati memberinya nyawa kembali
Agar aku punya hati kembali
Menyayangimu lagi

Pinang Lombang, Labuhan Batu – 10 Agustus 2006
Dari Kumpulan Puisi Jufri Bulian Ababil: Penutup Segala Do’a (1995-1996)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline