"Sama seperti kebanyakan orang lainnya, awalnya aku cukup sanksi dengan adanya penyakit flu yang dinamakan COVID-19 ini. Aku merasa kuat dan sehat, hingga akhirnya keluargaku sendiri yang mengalaminya," ujar Medha.
Hai, perkenalkan namaku Medha. Aku bukan penulis ulung seperti kebanyakan penulis Kompasiana yang lain. Namun, aku sedang belajar menulis. Bisa terlihat dari gaya tulisanku yang masih biasa-biasa saja dan masih banyak salah tanda baca di sana-sini. Benar bukan?
Aku tinggal di Kota Yogyakarta. Kota Pelajar yang kini jauh lebih akrab dikenal menjadi Kota Wisata. Usiaku kini 27 tujuh tahun dan aku tinggal di rumah nenek bersama nenek, kakak kandung, kakak ipar, dan keponakanku yang masih berusia 2 tahun.
Keluargaku termasuk keluarga yang mencoba selalu patuh terhadap Protokol COVID-19. Mulai dari sering mencuci tangan, menggunakan masker ketika berpergian, menjaga jarak aman, dan menjaga diri dari kerumunan. Bahkan, nenekku yang memiliki usaha perdagangan di Pasar Beringharjo pun sudah tidak pernah ke pasar lagi semenjak badai COVID-19 menghantam Indonesia pada Maret 2020.
Ibarat kata, keluargaku sudah sangat patuh terhadap protokol kesehatan yang telah dianjurkan oleh pemerintah. Namun, sepertinya virus tetaplah virus yang mungkin bisa hinggap dari mana ke mana saja. Entah bagaimana caranya, virus itu tetap berhasil lolos dan membuat keluarga kami positif Covid-19 dibuktikan daro hasil SWAB PCR Puskesmas Gedong Tengen.
Bermula dari Kakak Ipar perempuan yang mulai merasakan demam tinggi dan batuk di tanggal 16 Mei 2021. Demam di rasa di malam hari setelah beberapa aktivitas yang dilalui bersamaan dengan Perayaan Idul Fitri 1442H/2021 bersama keluarganya. Demam yang tinggi mencapai 38 derajat Celcius. Apa yang kita pikirkan awal? Kelelahan.
Karena aktivitas yang cukup padat pada beberapa hari sebelumnya, kami semua berpikir akibat dari kelelahan. Akhirnya, karena kakak memiliki kebiasaan jika sakit akan berpindah istirahan di rumah Ibundanya (mertua kakak kandung) maka di tanggal 17 Mei 2021 pagi mereka pun berpindah istirahat di rumah yang berbeda.
Di hari itu juga Kakak Ipar memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat dengan hasil diagnosa : radang tenggorokan. Diagnosa yang sama seperti kebanyakan penderita COVID-19 lainnya. Namun, hari itu kami masih tidak berpikir macam-macam mengingat yang diharapkan saat itu juga adalah sembuh.
Malam harinya hal yang membuat kami khawatir mulai muncul. Di malam itu juga kakak kandung (suami) dan putrinya (keponakan) yang masih berusia 2 tahun mengalami gejala yang sama. Demam tinggi dan tidak enak badan.