[caption caption="Harmoko (Dok.Istimewa)"][/caption]
Sejauh yang ogut tahu, Harmoko adalah orang cerdas. Sebagai jurnalis dan penulis, Kopi Pagi dalam Post Kota-nya renyah dibaca. Ada solusi yang mengemuka dengan memusatkan dirinya menjadi pengamat yang andal terhadap berbagai peristiwa, meski sebagian pihak menganggap tulisan-tulisannya tidak lebih dari penebusan dosa masa lalu.
Sebagai politikus, Harmoko juga enggak kalah brilian. Dia jadi satu-satunya Ketua Umum (Ketum) Golkar dari sipil yang sukses mendulang suara tertinggi selama 32 tahun Soeharto berkuasa. Sebelumnya kan Golkar selaku diketuai sama militer. Ada Djuhartono, Suprapto Sukowati, Amir Moertonom Sudharmono, sama Wahono sebelum akhirnya Ketum jatuh ke Harmoko yang orang sipil.
Pas kejatuhan Soeharto, Harmoko, yang selalu dibilang anak buah yang paling setia bikin manuver mengejutkan dengan meminta Soeharto mundur. Saat orang-orang Soeharto satu per satu dihabisi atau terlibat konflik, Harmoko gemilang keluar dari lingkaran itu. Brilian!
Waktu menjabat sebagai Menteri Penerangan (Menpan) era Soeharto, Harmoko juga banyak menelurkan kebijakan yang merugikan bagi sebagian orang, sedang sebagian lagi menari kegirangan. Yang paling terkenal dan banyak dibahas, pemberedelan sejumlah media cetak. Meski Harmoko sendiri sudah bilang kalau yang melaksanakannya itu Pangkomkaptib, bukan dia sendiri di lapangan.
Ada lagi kebijakan lain yang baru-baru ini ditiru oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah (Jateng). Tahun 80-an, Harmoko mendadak melarang TVRI dan RRI menayangkan lagu-lagu pop melankolis alias cengeng. Kata Harmoko waktu itu lagu-lagu cengeng enggak cocok sama situasi bangsa yang lagi getol-getolnya melakukan pembangunan dan bisa merusak mental masyarakat jadi menye-menye.
Padahal waktu itu pop melankolis lagi gandrung banget. Lagu-lagu Ratih Purwasih, Betharia Sonata, Nia Daniati, dkk.sering banget diputar di radio dan ditayangkan di TVRI. Tapi buat penyuka musik cadas, berterima kasihlah. Gara-gara ini Menteri, industri musik rock Indonesia tumbuh subur dan melahirkan banyak musisi kenamaan yang bertahan hingga sekarang. (Kisah selengkapnya bisa dibaca di Apakah Musik Indonesia Perlu Sosok Harmoko).
Selama aktif menjadi Menteri, Harmoko sukses nih menciptakan memori kolektif ke semua lapisan masyarakat. Buat para elite, produktivitas wacana Harmoko itu ibarat angin sepoi di tengah terik yang bikin anyes. Tujuannya jelas untuk menciptakan keteraturan. Memori kolektif Harmoko bukan lagi sekadar kenang-kenangan yang hanya meruang dalam ingatan tapi bisa digunakan kembali ke dalam sistem sosial.
Seperti KPID Jateng yang baru-baru ini melarang pemutaran lagu-lagu yang dianggap cabul atau porno mengadaptasi kebijakan Harmoko. Dalihnya juga mengemukakan mental dan moralitas. Mau jadi apa generasi bangsa ini kalau mendengar lagu-lagu berbau cabul seperti Pengen Dibolongi, Maaf Kamu Hamil Duluan, atau Mobil Goyang. Begitu maksud KPID memberedel lagu-lagu yang kebanyakan berirama dangdut itu.
Ogut langsung lari ke You Tube buat dengerin lagu-lagu yang diberedel. Ogut muter lagu Pengen Dibolongi, lalu menantikan lirik yang berbau porno sambil berharap ada orgasme vokal macam "kimoci,kimoci,kimoci" gitu. Tapi sepanjang lagu enggak nemu lirik yang begituan. Yang ada juga lirik hati si pacar yang rapat dan pengen dibolongi sama si penyanyi.