Lihat ke Halaman Asli

Hidup Itu Perkara Tafsir, Meributkan Natal di Medsos Itu Ngehe

Diperbarui: 25 Desember 2015   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kartu Natal Endank Soekamti lucu banget yak ehehehe (Foto dokumen Beritajogja.id)"][/caption]Liburan saya sejak dua hari lalu nyaris sempurna. Bangun pagi, sarapan, ngopi, utak-utik medsos, bersihin kandang kura-kura, terus bikin jingle. Tapi ini hari dirusak pas di bagian utak-atik medsos. Selesai sarapan terus berguman single bell single bell single all the way (maaf saya pelesetkan) sambil nge-croll Facebook, tahu-tahu nemu banyak akun yang posting soal (lagi-lagi) mengharamkan mengucap natal karena bisa merusak akidah. Ngehe bener. Rusak liburan hari kedua.

Salah satu-yang mengklaim dirinya-ustad di medsos, lagi-lagi bikin status yang bisa memecah persatuan. Sejumlah komentar-komentar followers-nya juga enggak kalah ngehe: debat kusir agama. Ada yang komen minta bukti Ketuhanan sampai ngirimin gambar screen capture ayat. Man, ini udah tahun 2015 di mana NASA sama negara lain sudah nyari air di planet lain, lha di Indonesia masih ngomongin soal yang begituan. Cupu apa gimana gitu.

Pas baca status sial itu, saya jadi ingat adagiumnya Pramoedya Ananta Toer. Hidup itu sederhana, hanya tafsirannya yang hebat-hebat, kata Pram. Memang hidup sebenarnya sangat sederhana: bangun tidur, makan, minum, berteman, berak, seks, kerja, ibadah, dan lain-lain. Hanya dalam menjalaninya manusia disibukkan dengan definisi-definisi. Kalau berteman itu kudu begini, kalau sendirian itu artinya begitu, macam-macam. Tapi seenggaknya, tafsir atau definisi itu memang diperlukan. Kalau enggak pake tafsir, gimana manusia mau menjalani hidup?

Sama juga kaya Om ustad itu. Dia menafsirkan ayat lalu mendefinisikannya kembali buat merespon peristiwa atau kejadian. Sayangnya, tafsir yang sebenarnya untuk individu itu dia hegemoni melalui medsos. Hegemoninya ya langsung disamber sama orang-orang yang merasa cocok dengan tafsir lalu ikut-ikutan menghegemoni. Haram mengucapkan natal karena kita enggak boleh menyerupai suatu kaum. Haram mengucapkan natal karena nanti bisa mengubah akidah dan kita jadi ikut-ikutan sama yang bukan kaum. Begitu lah kira-kira hegemoni lanjutan.

Enggak cukup pake hegemoni. Ada yang nge-screen capture ayat di Al Quran buat perolehan kuasa. Orang-orang yang ngebaca ayat itu diharap patuh lalu ikut dalam gelombang tafsiran yang dibilang si ustad. Kalau enggak mau patuh ya udah ngelawan peraturan yang dimuat di kitab. Tapi nih, yang namanya kekuasaan-meminjam Foucault-pasti ada kuasa tandingnya. Di status itu juga ada komentar orang-orang yang enggak setuju sama tafsiran ustad lalu membawa tafsir lain. Misalnya saja ada link di Beritajogja.id soal tafsiran Emha Ainun Najib soal mengucapkan selamat natal berjudul "Mengucapkan Selamat Natal Itu Bentuk Kemesraan" .

Artinya adalah semua hal yang berkaitan sama respon manusia terhadap segala sesuatu adalah soal tafsir saja. Tafsir juga bisa dari mana-mana, dari kitab suci yang bisa dipandang sebagai pegangan hidup, dari hadis, bahkan dari contoh peristiwa. Kudunya sih, masalah halal dan haram-dalam konteks komunikasi sosial-enggak diributkan segitunya. Lha wong tafsir itu juga cocok-cocokan sama orang. Buat yang cocok sama tafsir haram ya boleh, buat yang enggak cocok ya boleh. Bebas, selama itu memang buat dirinya sendiri dan enggak mencoba buat menghegemoni.

Kalau sudah sampai ke tataran hegemoni, jadinya ribut terus sampe tahun depan lalu tahun-tahun depannya lagi. Kalau enggak mau ngucapin natal berdalih haram  ya enggak usah ajak-ajak yang lain dengan dalil-dalil agama. Tuhan-mungkin-enggak kaya robot yang kaku terus bertindak sesuai program. Yang enggak masalah mengucapkan natal juga bebas-bebas saja, enggak usah mancing emosi kubu sebelah.

Hidup itu bebas kok. Sesuai kesenangan dan tafsiran masing-masing. Bebas juga sih sebenarnya mau meributkan hal yang itu-itu saja di medos sampai ngehe. Pertanyaannya kalau begitu, apa enggak bosen?

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline