Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Falsafah Perekonomian Indonesia

Diperbarui: 10 Juni 2018   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://rebanas.com

Indonesia dibangun dengan pondasi UUD 1945 sebagai hukum dasar negara yang merupakan amanat untuk menjalankan aktivitas bernegara. Asas aktivitas perekonomian Indonesia tertuang pada pasal 33. Ayat pertama berbunyi, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan." Ayat tersebut dimaknai bahwa koperasi adalah soko guru perekonomian nasional. Semangat persatuan dan kebersamaan adalah hal menonjol yang di cita-citakan. Hal itu memang harus dilakukan untuk mengikat keberagaman Indonesia sebagai negara kepualan terbesar di dunia.

Kita perlu melihat kondisi yang terjadi saat ini dengan apa yang dicita-citakan dalam undang-undang. Merefleksikan asas perekonomian dengan kondisi saat ini maka masih banyak masalah besar yang harus diselesaikan.

Dalam hal finansial inklusif Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan data World Bank pada tahun 2017 masyarakat Indonesia dewasa yang memiliki akses terhadap institusi keuangan hanya sebesar 48,4%. Nilai tersebut jauh dari rata-rata negara Asia Timur dan Asia Pasifik sebesar 70,3% dan bahkan rata-rata kelompok negara berpenghasilan menengah ke bawah sebesar 56,1%.

Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh Indonesia adalah ketimpangan. Nilai koefisien gini yaitu indeks untuk mengukur ketimpangan berdasarkan pengeluaran berfluktuasi naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS koefisien gini tahun 2007 sebesar 0,35 sementara pada tahun 2017 sebesar 0,39 dan dari tahun 2011-2015 menyentuh angka 0,41. Padahal pertumbuhan Indonesia sejak 10 tahun terakhir mencatatkan nilai yang positif tetapi berdampak pada kesenjangan yang semakin lebar.

Data lainnya yang menunjukkan ketimpangan Indonesia mengkhawatirkan adalah dari Credit Cruisse tahun 2016. Disampaikan bahwa satu persen orang kaya di Indonesia dapat menguasai 49,3% total kekayaan negara. Kondisi ini menempatkan Indonesia berada di urutan keempat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia setelah Russia, India, dan Thailand. Ketimpangan lainnya adalah pada bidang pertanahan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang pada tahun 2016 menyampaikan indeks gini rasio tanah di Indonesia sebesar 0,59. Artinya sekitar 1% penduduk menguasai 59% sumber daya agraria, tanah, dan ruang.

Hasil penelitian Suhariyanto (2012) pada penelitian tahun 2000-2011, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan tingkat kemiskinan hanya sebebar -0.3990. Artinya, penurunan jumlah penduduk miskin untuk setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 143.050 orang.  Hal ini dapat disebabkan karena struktur pertumbuhan ekonomi lebih didominasi sektor jasa dibanding sekor riil.

Padahal sebagaian besar masyarakat Indonesia adalah miskin dan rentan miskin yang menggantungkan kehidupan pada sektor perdagangan terutama pertanian. Sehingga pendapatan per kapita terus meningkat juga ketimpangan terus melebar karena pertumbuhan golongan miskin lebih lambat dibanding golongan kaya.

Berbagai kondisi tersebut merefleksikan berbagai masalah dalam mewujudkan asas kekeluargaan dalam aktivitas perekonomian. Asas kekeluargaan dimaknai dengan melibatkan seluruh rakyat. Sehingga pertumbuhan dan kesejahteraan seharusnya dapat dinikmati bersama. Sehingga kesenjangan adalah hal yang dapat dikurangi bukan sebaliknya semakin besar.

Oleh karena itu usaha mereduksi ketimpangan adalah hal yang harus ditekankan pada setiap regulasi yang dihasilkan. Pemerintah harus mampu mendistribusi pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat yang tercermin dari tingkat ketimpangan bukan sekadar pertumbuhan statistik agregat tanpa memperdulikan bahwa dominasi pertumbuhan oleh sebagian golongan.

Negara sebagai induk masyarakat memiliki tanggung jawab penuh dalam mewujudkan keadilan perekonomian bangsa. Pada ayat kedua pasal 33 UUD 1945 disampaikan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ayat selanjutnya yaitu ayat ketiga dijelaskan bahwa tujuaannya adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kata rakyat berkaitan dengan kepentingan publik, bukan sekadar konsep aritmatik atau statistik.

Satu contoh masalah yang menonjol adalah analisis tentang perpanjangan kontrak PT Freeport oleh swasta yang dinilai masih menguntungkan Indonesia atas potensi penerimaan negara sebesar US$ 1,3 miliar per tahun. Namun Provinsi Papua Barat dan Papua memiliki tingkat kemiskinan yang memprihatinkan yaitu pada tahun 2016 sebesar 36,9% dan 34,8%,, menempatkan dua peringkat teratas sebagai provinsi termiskin di Indonesia. Oleh karena itu patut dipertanyakan apakah keuntungan benar-benar untuk kemakmuran rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline