Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Afif Hidayatulah

Manusia Abadi dalam kebahagiaan

Hidup Terlalu Indah

Diperbarui: 15 Juli 2021   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinopsis : Seorang pria muda berjuang mempertaruhkan nyawa dan harga dirinya dari siksaan yang begitu menyakitkan. Cerita ini di angkat dari kisah nyata penulis cerpen.

Di suatu malam aku sedang bersantai di 0 km Yogya dengan teman-temanku menikmati indahnya langit malam.

Awalnya aku merasa terusik, aku merasa ada aura negatif yang merasuki jiwaku, aku merasa ini tidak biasa. Aku mencoba untuk tetap fokus berdiri di tempat yang ramai ini menikmati keseruan yang ada. Lama lama aura itu sangat menganggu dan membuatku tidak nyaman, aku seperti orang yang sedang kesurupan dan tidak bisa terkontrol.

Tanpa basa-basi aku berlari sekuat kuatnya menerjang badai dan aku tak tahan jika terlalu lama di sini. Aku tidak tenang di tempat yang ramai seperti ini, aku tak nyaman.

Aku ingin berteriak tapi aku menahannya di dalam hati, aku berlari tanpa henti dan terus mencari.

Aku sangat gundah dan khawatir dengan semua ini, aku harus bisa aku harus berlari terus mencari cari aura apa yang menggangguku ini.

Aku mengerahkan semua kekuatanku tak mampu mendengarkan perkataan orang-orang di keramaian ini. Aku merasa malu, aku benci dengan kondisi ini, aku tetap harus terus berlari tanpa henti dan terus mencari kesana kemari.

Semakin jauh aku berlari semakin membuatku merasa hancur. Aku ingin sekali berhenti dan sudah sangat lelah. Kapan aku menemukan apa yang kucari untuk memperbaiki kegundahanku di tempat yang ramai ini.

Tak ada satupun yang mengerti keadaanku, jikapun ada yang mengerti pasti mereka sangat mengerti bagaimana perasaanku ini dan pasti mereka ikut berlari bersamaku dan mencarinya bersamaku tetapi mereka tidak mengerti apa maksudku, karena aura ini hanya datang menghampiriku.

Kemana aku harus mencari, tak ada teman yang mengerti, aku sudah sangat bosan mencari. Aku ingin menangis tapi berusaha jangan sampai menangis. Aku tak boleh menyerah, jika aku menyerah selesai sudah.

Di situasi yang genting ini aku memutuskan berhenti mencari dan memilih pulang saja. Aku pulang dengan rasa lelah, berjalan sambil merintih berkeringat deras, mataku tak mampu memandang apa-apa hanya kesakitan yang sungguh menyakitkan yang ku rasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline