Euforia sepakbola Indonesia saat ini sungguh luar biasa. Setiap jiwa dan pikiran bangsa ini seperti di rasuki bayang- bayang benda bulat mengelinding yang fenomenal. Kobaran semangat, emosi dan fanatisme menjalar ke seluruh aliran darah bangsa ini. Anak-anak Indonesia seakan terhanyut dalam tarian kepolosan sang kulit bundar. Optimisme, amarah, dendam dan kekecewaan seraya menyatu mengikutinya menuju puncak kemenangan.
Siapa dari kita yang bisa menebak tujuan akhirnya?tak akan ada teman, tak satupun darimu yang mampu menebak arah permainan sang benda tak bersudut ini. Bahkan dengan statistik-statistikmu yang bersejarah tak akan mampu membaca arahnya. Hanya satu hal yang bisa di pastikan , sang penyihir bundar akan memilih dua arah, menang atau kalah.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya...?
Baiklah, ternyata kita hanya bisa berandai-andai, berspekulasi dan bersorak sorai. Ada yang berpendapat “menang kalah sama saja, ini hanyalah permainan pasti ada yang menang dan kalah”, sebuah pernyataan yang patut kita kaji ulang dengan relevansinya terhadap kondisi saat ini. Timnas Indonesia saat ini berada di depan dua pintu gerbang kemenangan atau kekalahan. Gerbang kemenangan yang penuh dengan emas permata berkilauan sedangkan gerbang kekalahan hanya terbuat dari ranting-ranting kayu yang di hiasi dedauan di atasnya. Lantas kemanakah arah dari semua ini?. Apakah gerbang kemenangan akan membawa kejayaan atau sebaliknya akan membawa persepakbolaan Indonesia dalam ambang kehancuran?.
Persepakbolaan Indonesia saat ini bisa di ibaratkan dengan kuda berpedati yang ditunggangi oleh manusia serakah dan di boncengi penumpang gelap yang tak kalah serakahnya. Alangkah kasihannya sang kuda berlari tergopoh-gopoh berjuang sekuat tenaga mencapai kemenangan sementara kita hanya bisa menonton dan bersorak sorai memberikan semangat agar sang kuda berhasil memasuki pintu gerbang yang berkilauan itu. Tapi tahukah kita bahwa pada akhirnya sang penunggang kuda dan para pemboncengnya akan serta merta mencuri kilauan kemenangan itu? dan tahukah kita kilauan-kilauan kemenangan itu akan di manfaatkan mereka hanya untuk memperkaya pribadinya.
Jika kita mencoba berpikir sejenak dan mempertimbangkan kondisi saat ini, mungkin kita akan memilih untuk “kalah”, tapi tidak satupun manusia di dunia ini menginginkan kekalahan dan tidak satupun dari kita yang ingin untuk di hina, di remehkan dan di abaikan, -sungguh sangat dilematis. Inilah kondisi kita saat ini, di pimpim oleh kaum-kaum yang fanatik yang membabai buta dan kehancuran dunia itu juga berawal dari kaum-kaum fanatik sehingga membawa kita dalam kecemasan akan kehancuran Persebakbolaan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H